Kamis, 15 Januari 2015

SUAMI BERPOLIGAMI, APA SALAHNYA?

Di sebuah pinggiran kota terdapat satu desa yang bernama Kampungtua, meskipun nama kampung ini kampung tua namun orang-orang di dalamnya sudah hidup layaknya masyarakat perkotaan. Masyarakat sudah meninggalkan tradisi buang air sembarang, hampir setiap rumah memiliki jambang peribadi.

Dalam desa itu hidup sepasang suami isteri yang sangat mesra menjalani kehidupan rumah tangga, sepasang suami isteri itu bernama Agus dan Sinta. Selama tiga tahun bersama, hampir tidak terdengar suara pertengkaran dalam rumah tangga mereka, Agus dan Sinta dikaruniai seorang anak laki-laki yang berbadan gemuk dan montok, kehadiran seorang anak yang sehat tentu semakin menyempurnakan kebahagiaan sepasang suami istri ini.



Agus yang juga bekerja di salah satu perusahaan besar di Makassar sebenarnya bukan termasuk orang yang memiliki kedalaman ilmu agama yang baik, sehingga hal itu membuat dia merasa perlu ikut dalam pengajian-pengajian keagamaan agar pengetahuan agamanya bertambah dan semakin melengkapi kebahagagiaan rumah tangganya

Sangat kebetulan sekali, ternyata Agus punya teman yang sangat rajin ikut pengajian di salah satu Masjid di perbatasan kota. Ikutlah agus dalam pengajian yang pematerinya kebanyakan dari kelompok profesional dan doktor. Orang-orang yang ikut dalam pengajian itu sangat tepat waktu dalam melaksanakan ibadah sholat. Para ustas yang jadi pembicara juga sangat menganjurkan kepada semua jamaah agar memanjangkan jenggot dan menggunakan celana di atas mata kaki

Selama 5 bulan, Agus sangat aktif mengikuti pengajian itu, sehingga dia memiliki pengetahuan agama yang cukup dalam dan semakin rajin melaksanakan ibadah yang sifatnya wajib dan sunnah. Pengawasan kepada istri dan anaknya pun diperketat, banyak aturan-aturan  yang dikeluarkan untuk mengatur anak dan istri secara islami. Sinta yang juga mantan santri di salah satu pesantren di desa Kampungtua pada awalnya senang dengan perubahan drastis yang dialami suaminya. Namun perasaan bahagia itu hanya dirasakan sesaat oleh Sinta. Semakin hari aturan yang dibebankan padanya semakin membebani pikiran dan hatinya, semisal harus menggunakan jilbab yang berukuran besar, tidak boleh menerima tamu jika suami berada d luar rumah dan lain sebagainya yang menurut Sinta tidak sesuai dengan ajaran yang diterimanya dulu di pesantren.

Perlahan Sinta mulai bertanya dan meminta penjelasan pada suaminya tentang aturan dan paham-paham yang hendak ditularkan suaminya padanya. Puncaknya ketika Agus meminta kesiapan Istrinya untuk di Poligami.
“Kalau nanti saya ingin menikah lagi, kamu harus ihlas yah sayang karena ini merupakan sunnah nabi yang harus diikuti oleh seorang laki-laki muslim”. Ucap Agus pada istrinya disuatu malam sambil memegang tangan istrinya.
“ah saya tidak mau sayang, kenapa kamu berkeinginan menikah lagi, apakah kamu tidak cukup bahagia dengan hubungan kita selama ini?”. Celah Sinta sambil menarik tangannya dari pelukan suami.
“buka begitu sayang, saya hanya ingin melaksanakan sunnah nabi” jawab Agus sambil mendekap istrinya.
Sinta yang menghapus air mata dan menahan suara tangisnya dia sontak berkata :
“Maaf sayang, saya bukan menolak sunnah nabi, tapi soal poligami saya kira perlu untuk kita diskusikan bersama, sebagai seorang istri saya memang harus patuh pada suami tapi kalau soal berpoligami saya tidak akan pernah rela sayang”. Cekat Sinta dengan air mata yang masih jatuh pada pipinya.
“apakah kamu tidak mau masuk Syurga sayang, ketahuilah bahwa seorang istri yang mengijinkan suaminya berpoligami akan dijanjikan Syurga oleh tuhan”. Pesan Agus menenangkan istrinya
“maaf sayang, saya memang bukan seorang alim, ilmu agama saya juga tidak terlalu dalam, tapi saya juga tidak terlalu buta soal agama. Saya takutnya keinginan kamu untuk menikah bukan karena dasar sunnah melainkan karena dorongan syahwat yang kamu punya”. Terang Sinta pada suaminya sambil menatap tajam mata ayah dari anaknya.
Karena sering bertengkar dan saling mempertahankan pandangan satu sama lain, mereka berdua akhirnya memutuskan untuk datang pada seorang Kiay pesantren tempat Sinta menyelesaikan sekolah menengahnya. Agus yakin Kiay itu akan mendukung maksudnya untuk melaksanakan sunnah nabi itu, oleh karena Kiay yang saat ini memimpin Pesantren, juga memiliki istri dua orang yang hidup di bawah satu atap. Di sisih lain, Sinta juga yakin kalau gurunya itu akan mendukung penolakannya untuk dipoligami karena menurutnya guru yang juga sepupu dua kali dengan ayahnya sangat paham tentang poligami.
“assalamu alaikum”
“waalaikum salam, sini masuk nak. Kalian sudah lama tidak kesini. Pasti ada tujuan penting sehingga kalian berdua kerumah sederhana saya ini”. Jelas pak Kiay menyambut pasangan suami isteri itu sambil mempersilahkan untuk duduk.
Keduanya pun mengulurkan tangan untuk bersalaman, Agus yang sudah banyak dipengaruhi dengan ilmu agama yang fundamental tidak mencium tangan sang Kiay sedangkan Sinta yang sudah terbiasa bersalaman sambil mencium tangan langsung menarik tangan gurunya kemudian mencium hangat tangan gurunya.
“begini pak Kiay”. Agus langsung membuka pembicaraan. “saya mau menikah lagi untuk melaksanakan sunnah nabi tapi isteri saya melarang dan mengancam pisah kalau saya tetap melanjutkan keingan mulia saya itu”.

Belum selesai menjelaskan isterinya memotong pembicaraan dan berkata :
“maaf guru, itu bukan sunnah yang wajib dilakukan, saya takut suami saya mau menikah hanya karena ingin melampiaskan hawa nafsunya pada gadis muda”. Ungkapnya menahan air mata.
“sudah-sudah, kalian jangan terburu-buru ngejelasinnya, saya paham dengan penjelasan kalian berdua. Kalau boleh saya beri saran, soal menikah untuk kedua kalinya itu memang sunnah nabi dan itu ada dalam Alquran, maka tida ada alasan untuk seorang isteri melarang suaminya menikah. Namun seorang suami harus jujur pada dirinya sendiri, apakah hendak melaksanakan sunnah nabi itu karena memang sebagai bentuk pengabdian pada agama ataukah hanya karena untuk mengikuti syahwat semata. Saya secara peribadi medukung Agus untuk menikah lagi selama jujur dalam hati sebagai bentuk abdi pada Islam. Kamu Sinta, harus merelakan suamimu menikah jika betul itu tulus dari hatinya”. Terang sang Kiay pada Agus dan Sinta.

Wajah Agus bersinar-sinar, menurutnya orang yang selama ini dihormati istrinya mendukung niatnya untuk menikah lagi, sebaliknya Sinta memperlihatkan wajah yang sangat kecewa, orang yang diharapkan membantunya untuk melarang suaminya menikah lagi, justru mendukung suaminya untuk menikah. Pembicaraanpun berakhir, mereka berdua meminta ijin untuk kembali ke rumah. Wajah Agus bersinar-sinar sedangkan wajah Sinta penuh dengan kekecewaan. Namun sebelum mereka pulang sang Kiay berkata ;
“ Sebenarnya ada tiga kelompok muslim yang boleh untuk berpoligami”. Agus dan Sinta yang sudah bergegas untuk pulang, kemudian menatap sang Kiay sambil bertanya ; “siapa tiga kelompok itu Kiay?”. Tanya Sinta bersamaan dengan suaminya.

Pertama : seorang ratu, yaitu orang yang memiki kekayaan dan kekuasaan yang sangat besar. Dengan kekayaan dan kekuasaan besar dimilikinya, dia bisa berlaku adil pada isteri-istrinya, itulah sebabnya banyak datu (raja) di masa lampau yang memiliki istri lebih dari satu yang hidup satu atap.

Kedua : seorang yang memiliki pengetahuan agama yang dalam seperti alim ulama. Dengan pengetahuan dalam yang dimiliki, ia mampu mengatasi problem keluarga yang dihadapinya.

Ketiga : Orang ngaur, seorang yang tidak termasuk kedua kelompok di atas berarti masuk kelompok ngawur. Orang yang masuk dalam kelompok ini sering berkeinginan punya istri yang lebih dari satu, namun itu bukan karena kesanggupan melainkan karena dorongan syahwat. Nah sekarang, silahkan pikirkan, kamu termasuk kelompok yang mana diantara ketiga kelompok orang yang saya sebutkan tadi”. Tutup sang Kiay pada pasangaan suami istri itu.

Wajah Agus yang tadinya bersinar, berubah jadi redup dan balik kecewa memikirkan nasehat sang Kiay. Sebaliknya, wajah Sinta yang tadinya kecewa justru terlihat segar dan bahagia. Agus yang salah memahami sunnah nabi akhirnya menarik keputusannya untuk menikah lagi, dan kembali hidup bahagia dan damai bersama istri dan anak-anaknya.

Maros, 15 Januari 2015


Safaruddin
  





Tidak ada komentar: