Di sebuah pinggiran
kota terdapat satu desa yang bernama Kampungtua, meskipun nama kampung ini
kampung tua namun orang-orang di dalamnya sudah hidup layaknya masyarakat
perkotaan. Masyarakat sudah meninggalkan tradisi buang air sembarang, hampir
setiap rumah memiliki jambang peribadi.
Dalam desa itu hidup sepasang suami isteri yang sangat mesra menjalani kehidupan rumah tangga, sepasang suami isteri itu bernama Agus dan Sinta. Selama tiga tahun bersama, hampir tidak terdengar suara pertengkaran dalam rumah tangga mereka, Agus dan Sinta dikaruniai seorang anak laki-laki yang berbadan gemuk dan montok, kehadiran seorang anak yang sehat tentu semakin menyempurnakan kebahagiaan sepasang suami istri ini.
Agus yang juga bekerja di salah satu perusahaan besar di Makassar sebenarnya bukan termasuk orang yang memiliki kedalaman ilmu agama yang baik, sehingga hal itu membuat dia merasa perlu ikut dalam pengajian-pengajian keagamaan agar pengetahuan agamanya bertambah dan semakin melengkapi kebahagagiaan rumah tangganya
Sangat kebetulan sekali, ternyata Agus punya teman yang sangat rajin ikut pengajian di salah satu Masjid di perbatasan kota. Ikutlah agus dalam pengajian yang pematerinya kebanyakan dari kelompok profesional dan doktor. Orang-orang yang ikut dalam pengajian itu sangat tepat waktu dalam melaksanakan ibadah sholat. Para ustas yang jadi pembicara juga sangat menganjurkan kepada semua jamaah agar memanjangkan jenggot dan menggunakan celana di atas mata kaki
Selama 5 bulan, Agus sangat aktif mengikuti pengajian itu, sehingga dia memiliki pengetahuan agama yang cukup dalam dan semakin rajin melaksanakan ibadah yang sifatnya wajib dan sunnah. Pengawasan kepada istri dan anaknya pun diperketat, banyak aturan-aturan yang dikeluarkan untuk mengatur anak dan istri secara islami. Sinta yang juga mantan santri di salah satu pesantren di desa Kampungtua pada awalnya senang dengan perubahan drastis yang dialami suaminya. Namun perasaan bahagia itu hanya dirasakan sesaat oleh Sinta. Semakin hari aturan yang dibebankan padanya semakin membebani pikiran dan hatinya, semisal harus menggunakan jilbab yang berukuran besar, tidak boleh menerima tamu jika suami berada d luar rumah dan lain sebagainya yang menurut Sinta tidak sesuai dengan ajaran yang diterimanya dulu di pesantren.
Perlahan Sinta mulai bertanya dan meminta penjelasan pada suaminya tentang aturan dan paham-paham yang hendak ditularkan suaminya padanya. Puncaknya ketika Agus meminta kesiapan Istrinya untuk di Poligami.
“Kalau nanti saya
ingin menikah lagi, kamu harus ihlas yah sayang karena ini merupakan sunnah
nabi yang harus diikuti oleh seorang laki-laki muslim”. Ucap Agus pada istrinya
disuatu malam sambil memegang tangan istrinya.
“ah saya tidak mau
sayang, kenapa kamu berkeinginan menikah lagi, apakah kamu tidak cukup bahagia
dengan hubungan kita selama ini?”. Celah Sinta sambil menarik tangannya dari
pelukan suami.
“buka begitu sayang,
saya hanya ingin melaksanakan sunnah nabi” jawab Agus sambil mendekap istrinya.
Sinta yang menghapus
air mata dan menahan suara tangisnya dia sontak berkata :
“Maaf sayang, saya
bukan menolak sunnah nabi, tapi soal poligami saya kira perlu untuk kita
diskusikan bersama, sebagai seorang istri saya memang harus patuh pada suami
tapi kalau soal berpoligami saya tidak akan pernah rela sayang”. Cekat Sinta
dengan air mata yang masih jatuh pada pipinya.
“apakah kamu tidak
mau masuk Syurga sayang, ketahuilah bahwa seorang istri yang mengijinkan
suaminya berpoligami akan dijanjikan Syurga oleh tuhan”. Pesan Agus menenangkan
istrinya
“maaf sayang, saya
memang bukan seorang alim, ilmu agama saya juga tidak terlalu dalam, tapi saya
juga tidak terlalu buta soal agama. Saya takutnya keinginan kamu untuk menikah
bukan karena dasar sunnah melainkan karena dorongan syahwat yang kamu punya”.
Terang Sinta pada suaminya sambil menatap tajam mata ayah dari anaknya.
Karena sering
bertengkar dan saling mempertahankan pandangan satu sama lain, mereka berdua
akhirnya memutuskan untuk datang pada seorang Kiay pesantren tempat Sinta
menyelesaikan sekolah menengahnya. Agus yakin Kiay itu akan mendukung maksudnya
untuk melaksanakan sunnah nabi itu, oleh karena Kiay yang saat ini memimpin
Pesantren, juga memiliki istri dua orang yang hidup di bawah satu atap. Di
sisih lain, Sinta juga yakin kalau gurunya itu akan mendukung penolakannya
untuk dipoligami karena menurutnya guru yang juga sepupu dua kali dengan
ayahnya sangat paham tentang poligami.
“assalamu alaikum”
“waalaikum salam,
sini masuk nak. Kalian sudah lama tidak kesini. Pasti ada tujuan penting
sehingga kalian berdua kerumah sederhana saya ini”. Jelas pak Kiay menyambut
pasangan suami isteri itu sambil mempersilahkan untuk duduk.
Keduanya pun
mengulurkan tangan untuk bersalaman, Agus yang sudah banyak dipengaruhi dengan
ilmu agama yang fundamental tidak mencium tangan sang Kiay sedangkan Sinta yang
sudah terbiasa bersalaman sambil mencium tangan langsung menarik tangan gurunya
kemudian mencium hangat tangan gurunya.
“begini pak Kiay”.
Agus langsung membuka pembicaraan. “saya mau menikah lagi untuk melaksanakan
sunnah nabi tapi isteri saya melarang dan mengancam pisah kalau saya tetap
melanjutkan keingan mulia saya itu”.
Belum selesai menjelaskan isterinya memotong pembicaraan dan berkata :
“maaf guru, itu bukan
sunnah yang wajib dilakukan, saya takut suami saya mau menikah hanya karena
ingin melampiaskan hawa nafsunya pada gadis muda”. Ungkapnya menahan air mata.
“sudah-sudah, kalian
jangan terburu-buru ngejelasinnya,
saya paham dengan penjelasan kalian berdua. Kalau boleh saya beri saran, soal
menikah untuk kedua kalinya itu memang sunnah nabi dan itu ada dalam Alquran,
maka tida ada alasan untuk seorang isteri melarang suaminya menikah. Namun
seorang suami harus jujur pada dirinya sendiri, apakah hendak melaksanakan sunnah
nabi itu karena memang sebagai bentuk pengabdian pada agama ataukah hanya
karena untuk mengikuti syahwat semata. Saya secara peribadi medukung Agus untuk
menikah lagi selama jujur dalam hati sebagai bentuk abdi pada Islam. Kamu
Sinta, harus merelakan suamimu menikah jika betul itu tulus dari hatinya”.
Terang sang Kiay pada Agus dan Sinta.
Wajah Agus bersinar-sinar, menurutnya orang yang selama ini dihormati istrinya mendukung niatnya untuk menikah lagi, sebaliknya Sinta memperlihatkan wajah yang sangat kecewa, orang yang diharapkan membantunya untuk melarang suaminya menikah lagi, justru mendukung suaminya untuk menikah. Pembicaraanpun berakhir, mereka berdua meminta ijin untuk kembali ke rumah. Wajah Agus bersinar-sinar sedangkan wajah Sinta penuh dengan kekecewaan. Namun sebelum mereka pulang sang Kiay berkata ;
“ Sebenarnya ada tiga
kelompok muslim yang boleh untuk berpoligami”. Agus dan Sinta yang sudah
bergegas untuk pulang, kemudian menatap sang Kiay sambil bertanya ; “siapa tiga
kelompok itu Kiay?”. Tanya Sinta bersamaan dengan suaminya.
Pertama : seorang ratu, yaitu orang yang memiki kekayaan dan kekuasaan yang sangat besar. Dengan kekayaan dan kekuasaan besar dimilikinya, dia bisa berlaku adil pada isteri-istrinya, itulah sebabnya banyak datu (raja) di masa lampau yang memiliki istri lebih dari satu yang hidup satu atap.
Kedua : seorang yang memiliki pengetahuan agama yang dalam seperti alim ulama. Dengan pengetahuan dalam yang dimiliki, ia mampu mengatasi problem keluarga yang dihadapinya.
Ketiga : Orang ngaur, seorang yang tidak termasuk kedua kelompok di atas berarti masuk kelompok ngawur. Orang yang masuk dalam kelompok ini sering berkeinginan punya istri yang lebih dari satu, namun itu bukan karena kesanggupan melainkan karena dorongan syahwat. Nah sekarang, silahkan pikirkan, kamu termasuk kelompok yang mana diantara ketiga kelompok orang yang saya sebutkan tadi”. Tutup sang Kiay pada pasangaan suami istri itu.
Wajah Agus yang tadinya bersinar, berubah jadi redup dan balik kecewa memikirkan nasehat sang Kiay. Sebaliknya, wajah Sinta yang tadinya kecewa justru terlihat segar dan bahagia. Agus yang salah memahami sunnah nabi akhirnya menarik keputusannya untuk menikah lagi, dan kembali hidup bahagia dan damai bersama istri dan anak-anaknya.
Maros, 15 Januari
2015
Safaruddin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar