Rabu, 23 September 2015

BUBARKAN NU DAN MUHAMMADIYAH, DEMI PERSAMAAN




Beberapa bulan yang lalu, penulis berbincang bersama salah satu karyawan swasta di Maros tentang perbedaan-perbedaan yang terjadi di kalangan umat Islam. Perbincangan itu kami buka dengan membahas muktamar dua organisasi Islam besar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.

 Diskusi ringan itu berjalan santai tapi mengerucut pada peran penting kedua organisasi yang dibentuk jauh sebelum Indonesia diproklamasikan.

“Perbedaan di Indonesia tidak akan pernah ada habisnya selama masih ada organisasi-organisasi seperti NU & Muhammadiyah.” 

Katanya keceplos sambil tersenyum dan sekali-kali melirik ke computer. Penulis tahu, pasti lawan bicaranya ini membuka link terkait organisasi besar itu.
Karena penulis merasa kalau orang yang diajak bicara itu tidak memiliki wawasan keislaman dan kebangsaan yang cukup untuk berdiskusi tentang peran dan pengaruh organisasi-organisasi Islam, terutama NU & Muhammadiyah dalam membangun bangsa, penulis hanya tersenyum dan pamit untuk kembali ke ruang kerja.

Dua bulan kemudian penulis berdiskusi ringan bersama dua rekan kerja sekantor saat masuk waktu istirahat. Sudah menjadi budaya tersendiri dalam ruangan itu, berdiskusi banyak hal, tentang semua aspek kehidupan.

Kali ini, diskusinya menyinggung tentang penetapan hari Idul Adha yang kerap berbeda antara pemerintah dengan salah satu organisasi Islam. Berbeda dengan NU  yang  selalu sama dalam penetapan hari besar Islam seperti puasa dan lebaran, Muhammadiyah justru selalu berbeda dalam penentuan hari besar. 

“Perbedaan-perbedaan seperti itu sebenarnya tidak perlu ada, cukup pemerintah yang menentukan dan Muhammadiyah harus ikut pada penetapan pemerintah. Kalau perlu tidak usah ada NU dan Muhammadiyah, cukup pemerintah yang menentukan seperti Negara Islam lain.” 

Katanya panjang lebar, sambil menatap penulis. Entah berharap penulis menanggapi atau  memberikan penekanan pada penulis yang nota bene-nya salah satu patik salah satu organisasi Islam tersebut.

Opini dalam pikiran penulis sudah mengendap-endap ingin terhambur keluar melalu bahasa retorik yang dimiliki, tapi semakin mengendap, penulis semakin menahan diri. Baginya, diskusi seperti itu sudah usam dan sudah sering menjadi tema dalam diskusi kecil di ruangan sempit itu, pada akhirnya kita akan menerima setiap perbedaan yang ada dalam tubuh Islam bahkan kesimpulan setiap diskusi itu selalu menjadi terjemahan toleransi yang sudah sejak dulu diajarkan kanjeng nabi.

Dua pendapat yang dikeluarkan oleh rekan kerja penulis membuat penulis bertanya-tanya dalam hati tentang eksistensi kedua organisasi yang berusia lebih setengah abad itu. Semakin mencoba membenarkan perkataan mereka semakin dia tidak menemukan alasan yang tepat untuk membenarkannya. Justru dirinya hanya menemukan peran-peran penting NU dan Muhammadiyah dalam membangun bangsa dan menjaga Islam.

Tapi penulis mengucapkan terimakasih di dalam hati, berkat perkataan itu, dirinya kembali membuka lembaran-lembaran sejarah tentang peran aktif kedua organisasi itu. Lalu dia kembali ke meja kerja, hari ini merupakan hari yang santai, data penggajian untuk periode bulan 09 2015 sudah dia stor ke bendahara perusahaan dan waktu luang itu dia gunakan untuk menulis dalam rangka “membantah” perkataan rekan kerjanya yang kekanak-kanakan itu.

PERBEDAAN
Kemanapun seseorang melangkahkan kakinya, di sanalah ia akan menemukan perbedaan. Sebab awal kehidupan manusia di bumi ini pun berasal dari perbedaan antara Iblis dan Manusia. Itu secara makro. Secara mikro, perbedaan antara laki-laki dan perempuan merupakan syarat keberlanjutan hidup manusia di muka bumi ini.

Perbedaan yang terjadi dalam kehidupan ini sudah menjadi sunnatullah atau secara ilmia disebut hukum alam, bahkan perbedaan merupakan sebab utama terjalinnya kehidupan social antara manusia. Bisa dibayangkan, bagaimana kiranya jika semua manusia memiliki cara pandang yang sama, memiliki rasa yang sama, memiliki keutamaan yang sama   – betapa kelabunya kehidupan ini, bahkan mungkin kita enggan menjalaninya.

Perbedaan dalam kehidupan social akan membentuk strata social yang membuat kehidupan berjalan seimbang. Ada yang kaya dan ada yang miskin, ada penguasa dan ada rakyat biasa, ada penjual dan ada pembeli, ada tukan jahit dan ada tukan kayu, ada petani dan ada penambak dll. Bisa dibayangkan betapa kehidupan ini akan kusuk jika semua umat manusia kaya raya misalnya, siapa yang mau bekerja dan mempekerjakan. Bayangkan kalau semua orang pintar, siapa yang berguru dan siapa gurunya.

Ini dalam konteks kehidupan social, bagaimana dengan kehidupan beragama?. Tuhan bisa saja menurunkan satu agama, yaitu ISLAM. Tuhan punya kuasa untuk itu, apa yang susah bagi Yang Maha Kuasa, semuanya bisa. Tapi tuhan tidak melakukannya, kenapa?. Sebab Ia tahu, kalau perbedaan agama merupakan rahmat dan juga menjadi syarat kehidupan berbangsa-bangsa di dunia ini. Nah, kalau ada kelompok mengatas namakan ISLAM dan menyerang umat Non-ISLAM yang tidak mengganggu, berarti mereka masih amatir dalam memaknai ISLAM    bahkan amatir menjalani kehidupan ini.

Kemudian dalam tubuh ISLAM sendiri terdapat perbedaan sana sini, itu sah-sah saja. Bagaimana mungkin kita semua bisa sama sedangkan kanjeng Nabi sudah tidak ada bersama    di zaman nabi juga belum ada teknologi yang bisa merekam setiap perkataan dan perilaku nabi apalagi mendokumentasikan semua pengertian-pengertian nabi tentang ayat Alquran. Sebagai umat yang hidup jauh setelah beliau wafat, kita hanya punya satu jalan untuk mengikutinya yaitu, mengikuti ajaran para sahabat dan ulama-ulama yang terpercaya.

Para sahabat dan Ulama adalah manusia biasa. Bukan Nabi. Sebagai manusia biasa tentu perbedaan pemahaman tentang ajaran yang diwariskan Nabi juga berbeda, sehingga perbedaan itu akan mengantar kita pada peraktek ibadah yang berbeda pula.

PERBEDAAN MUHAMMADIYAH DAN NU
Penulis sengaja menulis Muhammadiyah lebih dulu dalam sub pembahasan ini karena organisasi Islam ini lebih dahulu terbentuk daripada NU. Pertama-tama kita harus tahu kenapa Muhammadiyah dan NU lahir di atas pundak ibu pertiwi ini

Muhammadiyah didirikan oleh seorang putra pribumi bernama Darwis atau dikenal dengan nama KH. Ahmad Dahlan, beliau belajar di negeri padang pasir selama bertahun-tahun. Setelah memperoleh pengetahuan agama yang dalam, beliau kembali ke Nusantara (belum dikenal nama Indonesia saat itu, dan sampai ke tanah kelahirannya, beliau mengajarkan ketahuidan yang yang bersih dari kesyirikan. Tahun 1912 beliau membentuk organisasi Muhammadiyah sebagai organisasi pendidikan yang menggabungkan nilai kepesantrenan dengan pendidikan Barat yang kala itu sudah masuk ke Nusantara.

NU sendiri dibentuk pada tahun 1926, meskipun pembentukannya beda belasan tahun setelah Muhammadiyah, budaya organisasi yang dibentuk oleh KH.Hasyim Asyari ini sudah ada jauh sebelum Muhammadiyah dibentuk. Beliau merupakan pribumi yang memiliki ilmu agama yang dalam dan punya karismatik yang membuat beliau sangat disegani di semua kalangan.

Kita semua bisa melihat letak perbedaan antara NU dan Muhammadiyah, perbedaan keduanya bukan pada rana Aqidah, misalnya NU mengakui keesaan Allah Muhammadiyah juga demikian, NU mengakui Muhammad adalah nabi terakhir Muhammadiyah pun begitu, NU solat Muhammadiyah juga solat, NU Tarweh Muhammadiyah juga Tarweh, lantas apa lagi yang mau dipersoalkan. Perbedaan hanya pada wilayah syari’ misalnya NU Qunut dan Muhammadiyah tidak, NU melaksanakan solat Tarweh 20 Rakaat dan Muhammadiyah hanya 8 rakaat, NU membudayakan pake sarung saat solat dan Muhammadiyah tidak.

Terakhir, perbedaan dalam menetapkan pelaksanaan hari besar dan mulia seperti bulan Ramadhan dan Idul Fitri/Adha. Perbedaan keduanya wajar-wajar saja, bagaimana tidak, alat yang digunakan keduanya juga berbeda. NU menggunakan metode Rukya dan Muhammadiyah menggunakan metode Hisab, kedua alat itu sama-sama benar. Alatnya berbeda, hasilnya juga tentu berpotensi besar untuk berbeda.

Perbedaan itu memang harus ada, sebab perbedaan antara keduanya akan mendorong jamaah masing-masing untuk banyak belajar tentang ilmu agama dan yang terpenting belajar dalam menjalani kehidupan secara bijak dan dewasa. 

PERAN PENTING MUHAMMADIYAH DAN NU
Sampai saat ini belum ada satu tokoh pun yang berani membantah keterlibatan Muhammadiyah dalam membangun bangsa ini. Jauh sebelum Indonesia lahir, keduanya sudah berkontribusi banyak kepada Nusantara ini. Sejak tahun 1912, Muhammadiyah sudah berkomitmen untuk memberikan pencerahan pada masyarakat pribumi baik di sisih agama maupun pendidikan. Bahkan bisa jadi, tanpa Muhammadiyah, pendidikan Barat tidak akan bisa berbaur dengan budaya kepesantrenan di Nusantara. Lebih ekstrim jika mau jujur, bukan Kihajar Dewantara yang berhak memperoleh predikat sebagai bapak pendidikan melainkan KH. Ahmad Dahlan.

Dalam perjalannya yang panjang, Muhammadiyah mencetak tokoh agama, tokoh pendidikan dan tokoh politik yang tidak sedikit. Ada Amin Rais, Din Syamsuddin dan masih banyak lagi. Selanjutnya tokoh-tokoh yang lahir dari rahim Muhammadiyah tersebut banyak berkontribusi dalam mempertahankan berdirinya NKRI ini.

Begitupun dengan NU, organisasi Islam terbesar di Indonesia ini ikut andil dalam menyusun PANCASILA yang menjadi rujukan hukum di Indonesia, NU melahirkan pahlawan seperti KH. Wahab Hasbiullah, KH. Wahid Hasyim, KH. Abdul Rahman Wahid dan masih banyak lagi. bagi organisasi yang pernah dipimpin oleh mantan presiden Indonesia ini, budaya lokal yang baik-baik, harga mati untuk dipertahankan dan Islam merupakan rahmat bagi seluruh alam semesta. Tentu kita tidak bisa melawang ingatan saat NU pasang badan untuk melawan kedatangan kembali sekutu ke Indonesia 10 November 1945, seandainya bukan semangat Jihad Fisabilillah yang diprakarsai oleh NU, dapat dipastikan Indonesia tinggal kepingan-kepingan sejarah.

Sampai saat ini, kedua lembaga Islam ini masih terus berkontribusi dalam membangun bangsa. Hampir di semua daerah terdapat lembaga pendidikan Muhammadiyah, mulai tingkat SD, SMP, sampai SMA, bahkan perguruan tinggi Muhammadiyah sudah tersebar di seluruh Indonesia. Begitupun dengan NU, di semua daerah NU memiliki lembaga pendidikan yang banyak melahirkan pemuda (i) yang kenyang dengan ilmu agama. Itu baru lembaga pendidikan, belum lagi lembaga-lembaga lain dari kedua organisasi itu yang hadir dalam rangka berkontribusi untuk bangsa dan agama.   

Lalu bagaimana kita dengan percaya diri berkata bubarkan saja NU dan Muhammadiyah untuk menghilangkan perbedaan. Tidak boleh tidak, jika NKRI ini tidak ingin menjadi kepingan sejarah dan ISLAM sebagai landasan berfikir bagi masyarakatnya, NU dan MUhammadiyah harus tetap ada dan berkontribusi pada bangsa dan Negara.

Maros, 23 09 2015

SAFARUDDIN

Tidak ada komentar: