Senin, 28 Desember 2015

UTANG DAN MASA DEPAN INDONESIA


Indonesia dikenal sebagai Negara yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA). Hampir semua SDA yang dibutuhkan oleh Negara-negara asing ada di Indonesia, dampaknya, Negara yang sering disebut tanah Surga ini menjadi target empuk untuk “dimangsa” oleh Negara adidaya seperti Amerika Serikat dan China.

Kedua Negara ini dikenal sangat berpengaruh dalam putaran roda ekonomi Indonesia. China menjalin hubungan ekonomi dengan masyarakat Indonesia (Nusantara ketika itu) jauh sebelum ada konsep Negara Bangsa di Asia bahkan corak agama dan budaya di Indonesia banyak dipengaruhi oleh Negara Sanghai tersebut.

Sedangkan Amerika Serikat sebagai kebangsaan muda di dunia kelihatannya melaju cepat mengejar keterlambatannya. Negara Paman Sam ini dibentuk tahun 1776 M. dibandingkan dengan China dan Nusantara, Negara Adikuasa ini sangat belia. Namun usianya yang belia tidak menghalanginya menjadi Negara paling ditakuti dunia dewasa ini.

AS ikut campur dalam roda ekonomi politik Indonesia sejak dicetuskannya Perang Dunia ke-II. Bahkan beberapa tulisan menukilkan bahwa kemerdekaan Indonesia-pun tidak terlepas dari campur tangan Negara Kapitalisme tersebut. Meskipun pada akhirnya mereka dipecundangi oleh Soekarno pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Puncaknya, Negara gedung putih itu hampir menguasai seluruh persendihan ekonomi politik Indonesia saat resim Soekarno dibubarkan dan Soeharto melantik dirinya sendiri menjadi Presiden ke-II Indonesia lewat Surat Perintah Sebelas Maret (SUPER SEMART). Untuk pertama kalinya, Indonesia membuka kerang utang luar negeri selebar-lebarnya hingga akhirnya Indonesia harus membungkuk memikul bunga utang yang diwariskan Orde Baru tersebut.

Lucunya, semakin banyak Utang luar negeri yang dimiliki Indonesia, pihak asing (Bank Dunia dan IMF) semakin memberikan kelonggaran bagi pemerintah untuk terus berutang dan berutang. Tentu ini akan memunculkan pertanyaan sederhana. “kenapa seperti itu?”.

Logika sederhananya seperti ini ; KAMU punya Utang kepada SAYA sebesar Rp. 1000.000 dan itu sudah berlangsung selama 30 tahun, bahkan bunganya sudah lebih besar dari pinjaman pokok yang KAMU miliki, kemudian di tahun ke-31 dan tahun-tahun berikutnya KAMU datang ke SAYA untuk minta tambah Utang. Tentu saya tidak akan kasih sebelum KAMU melunasi Utang pokok lengkap dengan bunganya, setelah lunas baru KAMU boleh ber-utang lagi.
Kembali ke pertanyaan sederhana tadi. “kenapa seperti itu?”. Dalam hubungan Internasional baik sector militer, ekonomi maupun politik, sama sekali tidak menggunakan logika sederhana atau logika idealis seperti di atas melainkan memakai logika untung rugi dan logika tunduk-tanduk.
Soekarno pernah berkata kurang lebih seperti ini ; biarlah Indonesia tertatih-tatih membangun dirinya asalkan bisa mandiri dan tidak tunduk kepada Negara luar. Terlepas Bapak Kemerdekaan itu melakukan “kong kalikong” dengan Uni soviet dalam memasok senjata militer. Soekarno bahkan pernah menolak mentah-mentah tawaran taipan Amerika untuk berinvestasi di Indonesia (Papua) dengan mengatakan seperti ini ; saya sepakat dan itu sangat menarik. Coba tawarkan pada generasi setelah saya.

Soekarno tahu betul mode politik Internasional asing terutama AS. Sekali saja terpikat untuk meminjam maka Indonesia akan terikat untuk selama-lamanya. Terbukti semenjak pemerintahan resim Soeharto sampai sekarang Indonesia terikat paksa oleh Bank Dunia dan IMF. Dampaknya adalah segala keputusan pemerintah yang berkaitan dengan sector ekonomi bahkan sector politik akan memperoleh intervensi Asing ― termasuk siapa Presiden yang akan terpilih.   
Utang Indonesia saat ini kurang lebih sebesar Rp. 4.376 Triliun namun sampai saat ini pemerintah masih bisa mengajukan pinjaman dana segar untuk melakukan pembangunan dalam negeri. Celakanya Bank Dunia dan IMF terus membuka diri untuk memberi tambahan pinjaman tanpa penuntut pelunasan Utang terlebih dahulu.

Ini berarti Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia akan terus menumpuk dan bisa saja, sampai kapan-pun tidak akan bisa dilunasi. Dan yang paling berdosa dalam hal ini adalah pemerintahan Resim Orde Baru, di masa ini Indonesia kembali ke pelukan IMF dan Bank Dunia setelah Soekarno menyatakan Indonesia keluar. 

Pemerintahan Soeharto menerima dana Hibah sebesar USD 174 juta yang bertujuan mengangkat Indonesia dari keterpurukan ekonomi. Restrukturisasi utang yang disetujui sebesar USD 534 juta. Di sinilah babak awal Indonesia dijerumuskan kedalam mulut buaya yang sampai saat ini masih bergeming dalam rahang buaya tersebut.

Utang yang digunakan pemerintah untuk mendorong peningkatan pesat ekonomi dan membangun infra struktur Negara akan menjadi “mesin kendali” sekaligus menjadi bom waktu untuk Indonesia dan pasti Negara multi budaya ini tidak bisa mandiri dan berdaulat. Pasti. 

ULN akan membuat Negara seperti orang yang kecanduan narkoba, merasakan kenikmatan dan kenyamanan bahkan selalu merasa kuat padahal dirinya sangat lemah bahkan untuk berfikir waras-pun tak bisa. Negara yang terlanjur kecanduan ULN ini sulit berpijak di atas konstitusinya secara total bahkan untuk berbicara hukum dengan bahasa negaranya sendiri pun tak bisa. Selalu ada bisikan dan campur tangan asing dalam urusan operasional pemerintah.
Jika beruntung ada Presiden yang kelak berani melakukan pelunasan ULN dengan melakukan kebijakan nasionalisasi perusahaan asing seperti yang pernah dilakukan Soekarno di akhir-akhir kepemimpinannya atau pemutihan Utang seperti yang pernah dilakukan oleh Negara Amerika Latin Bolivia. Dapat dipastikan ULN ini akan menjadi bom, pinjaman yang luar biasa besarnya ini akan menjadi alasan untuk menyerang Indonesia dari darat, laut dan udara. Kiamat Indonesia.

Saya sama sekali tidak bermaksud menarasikan rasa pesimis Indonesia keluar dari lingkaran Setan ini dan saya-pun tidak bermaksud menutup rapat kemungkinan nasib baik menghampiri Negara tercinta ini tapi jika budaya pemerintah tidak “direvolusi” maka dapat dipastikan Indonesia selamanya menjadi kebun tempat panen Negara asing sampai Indonesia lebur.

Pun revolusi tersebut tentu akan membutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit, membutuhkan banyak tokoh yang berkomitmen. Tindakan korupsi seperti yang saat ini mengakar di semua lini sudah harus hilang dan visi melunasi ULN harus tertanam dalam pikiran para pemimpin bangsa. 

Apakah mungkin?  Pertanyaan ini akan akan memberanikan kita untuk meramal masa depan bangsa ini dan untuk jangka waktu 20 tahun kedepan saya berani mengatakan mustahil bisa dilakukan. Ini berarti selama 20 tahun ke depan Indonesia belum bisa mandiri dan berdaulat.


Maros, 28 Desember 2015
SAFARUDDIN  

Tidak ada komentar: