Indonesia dikenal
sebagai Negara yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA). Hampir semua SDA yang
dibutuhkan oleh Negara-negara asing ada di Indonesia, dampaknya, Negara yang
sering disebut tanah Surga ini menjadi target empuk untuk “dimangsa” oleh
Negara adidaya seperti Amerika Serikat dan China.
Kedua Negara ini
dikenal sangat berpengaruh dalam putaran roda ekonomi Indonesia. China menjalin
hubungan ekonomi dengan masyarakat Indonesia (Nusantara ketika itu) jauh
sebelum ada konsep Negara Bangsa di Asia bahkan corak agama dan budaya di
Indonesia banyak dipengaruhi oleh Negara Sanghai tersebut.
Sedangkan Amerika
Serikat sebagai kebangsaan muda di dunia kelihatannya melaju cepat mengejar
keterlambatannya. Negara Paman Sam ini dibentuk tahun 1776 M. dibandingkan
dengan China dan Nusantara, Negara Adikuasa ini sangat belia. Namun usianya
yang belia tidak menghalanginya menjadi Negara paling ditakuti dunia dewasa
ini.
AS ikut campur dalam roda ekonomi politik
Indonesia sejak dicetuskannya Perang Dunia ke-II. Bahkan beberapa tulisan
menukilkan bahwa kemerdekaan Indonesia-pun tidak terlepas dari campur tangan
Negara Kapitalisme tersebut. Meskipun pada akhirnya mereka dipecundangi oleh
Soekarno pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Puncaknya, Negara
gedung putih itu hampir menguasai seluruh persendihan ekonomi politik Indonesia
saat resim Soekarno dibubarkan dan Soeharto melantik dirinya sendiri menjadi
Presiden ke-II Indonesia lewat Surat Perintah Sebelas Maret (SUPER SEMART).
Untuk pertama kalinya, Indonesia membuka kerang utang luar negeri
selebar-lebarnya hingga akhirnya Indonesia harus membungkuk memikul bunga utang
yang diwariskan Orde Baru tersebut.
Lucunya, semakin
banyak Utang luar negeri yang dimiliki Indonesia, pihak asing (Bank Dunia dan
IMF) semakin memberikan kelonggaran bagi pemerintah untuk terus berutang dan
berutang. Tentu ini akan memunculkan pertanyaan sederhana. “kenapa seperti
itu?”.
Logika sederhananya
seperti ini ; KAMU punya Utang kepada SAYA sebesar Rp. 1000.000 dan itu sudah
berlangsung selama 30 tahun, bahkan bunganya sudah lebih besar dari pinjaman
pokok yang KAMU miliki, kemudian di tahun ke-31 dan tahun-tahun berikutnya KAMU
datang ke SAYA untuk minta tambah Utang. Tentu saya tidak akan kasih sebelum
KAMU melunasi Utang pokok lengkap dengan bunganya, setelah lunas baru KAMU
boleh ber-utang lagi.
Kembali ke pertanyaan
sederhana tadi. “kenapa seperti itu?”. Dalam hubungan Internasional baik sector
militer, ekonomi maupun politik, sama sekali tidak menggunakan logika sederhana
atau logika idealis seperti di atas melainkan memakai logika untung rugi dan
logika tunduk-tanduk.
Soekarno pernah
berkata kurang lebih seperti ini ; biarlah Indonesia tertatih-tatih
membangun dirinya asalkan bisa mandiri dan tidak tunduk kepada Negara luar.
Terlepas Bapak Kemerdekaan itu melakukan “kong kalikong” dengan Uni soviet
dalam memasok senjata militer. Soekarno bahkan pernah menolak mentah-mentah
tawaran taipan Amerika untuk berinvestasi di Indonesia (Papua) dengan
mengatakan seperti ini ; saya sepakat dan itu sangat menarik. Coba tawarkan
pada generasi setelah saya.
Soekarno tahu betul
mode politik Internasional asing terutama AS. Sekali saja terpikat untuk
meminjam maka Indonesia akan terikat untuk selama-lamanya. Terbukti semenjak
pemerintahan resim Soeharto sampai sekarang Indonesia terikat paksa oleh Bank
Dunia dan IMF. Dampaknya adalah segala keputusan pemerintah yang berkaitan dengan
sector ekonomi bahkan sector politik akan memperoleh intervensi Asing ―
termasuk siapa Presiden yang akan terpilih.
Utang Indonesia saat
ini kurang lebih sebesar Rp. 4.376 Triliun namun sampai saat ini pemerintah
masih bisa mengajukan pinjaman dana segar untuk melakukan pembangunan dalam
negeri. Celakanya Bank Dunia dan IMF terus membuka diri untuk memberi tambahan
pinjaman tanpa penuntut pelunasan Utang terlebih dahulu.
Ini berarti Utang
Luar Negeri (ULN) Indonesia akan terus menumpuk dan bisa saja, sampai kapan-pun
tidak akan bisa dilunasi. Dan yang paling berdosa dalam hal ini adalah pemerintahan
Resim Orde Baru, di masa ini Indonesia kembali ke pelukan IMF dan Bank Dunia
setelah Soekarno menyatakan Indonesia keluar.
Pemerintahan Soeharto menerima
dana Hibah sebesar USD 174 juta yang bertujuan mengangkat Indonesia dari
keterpurukan ekonomi. Restrukturisasi utang yang disetujui sebesar USD 534
juta. Di sinilah babak awal Indonesia dijerumuskan kedalam mulut buaya yang
sampai saat ini masih bergeming dalam rahang buaya tersebut.
Utang yang digunakan
pemerintah untuk mendorong peningkatan pesat ekonomi dan membangun infra
struktur Negara akan menjadi “mesin kendali” sekaligus menjadi bom waktu untuk
Indonesia dan pasti Negara multi budaya ini tidak bisa mandiri dan berdaulat.
Pasti.
ULN akan membuat
Negara seperti orang yang kecanduan narkoba, merasakan kenikmatan dan
kenyamanan bahkan selalu merasa kuat padahal dirinya sangat lemah bahkan untuk
berfikir waras-pun tak bisa. Negara yang terlanjur kecanduan ULN ini sulit
berpijak di atas konstitusinya secara total bahkan untuk berbicara hukum dengan
bahasa negaranya sendiri pun tak bisa. Selalu ada bisikan dan campur tangan asing
dalam urusan operasional pemerintah.
Jika beruntung ada
Presiden yang kelak berani melakukan pelunasan ULN dengan melakukan kebijakan
nasionalisasi perusahaan asing seperti yang pernah dilakukan Soekarno di
akhir-akhir kepemimpinannya atau pemutihan Utang seperti yang pernah dilakukan
oleh Negara Amerika Latin Bolivia. Dapat dipastikan ULN ini akan menjadi bom,
pinjaman yang luar biasa besarnya ini akan menjadi alasan untuk menyerang
Indonesia dari darat, laut dan udara. Kiamat Indonesia.
Saya sama sekali
tidak bermaksud menarasikan rasa pesimis Indonesia keluar dari lingkaran Setan
ini dan saya-pun tidak bermaksud menutup rapat kemungkinan nasib baik
menghampiri Negara tercinta ini tapi jika budaya pemerintah tidak “direvolusi”
maka dapat dipastikan Indonesia selamanya menjadi kebun tempat panen Negara
asing sampai Indonesia lebur.
Pun revolusi
tersebut tentu akan membutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit, membutuhkan banyak
tokoh yang berkomitmen. Tindakan korupsi seperti yang saat ini mengakar di
semua lini sudah harus hilang dan visi melunasi ULN harus tertanam dalam
pikiran para pemimpin bangsa.
Apakah mungkin? Pertanyaan ini akan akan memberanikan kita
untuk meramal masa depan bangsa ini dan untuk jangka waktu 20 tahun kedepan
saya berani mengatakan mustahil bisa dilakukan. Ini berarti selama 20 tahun ke
depan Indonesia belum bisa mandiri dan berdaulat.
Maros, 28 Desember 2015
SAFARUDDIN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar