Akhir-akhir ini, publik telah dipertontonkan satu pemandangan politik yang sangat usang oleh penegak hukum Negara. kisru antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri mencuat pada era kepemimpinan presiden Jokowi.
Berawal dari rencana presiden mengangkat Budi Gunawan sebagai Kapolri untuk menggantikan mantan Kapolri Sutarman. Saat yang sama pimpinan KPK menyatakan bahwa BG terlibat dan menjadi tersangka dalam kasus korupsi
Karena pernyataan itu, Presiden terpaksa menunda pelantikan BG menjadi Kapolri dan menunjuk pelaksana tugas untuk melaksanakan wewenang Kapolri untuk sementara waktu. Setelah penetapan BG sebagai tersangka, publik kembali dikejutkan oleh pernyataan Bareskrim bahwa Bambang Wijojanto sebagai tersangkah dalam kasus sengketa kepala daerah. Setelah BJ, puncak pimpinan KPK Abraham Samad juga dilaporkan ke Bareskrim terkait penyalah gunaan jabatan dalam melakukan komunikasi politik ke salah satu calon Presiden tahun lalu, dan bahkan isue beredar semua pimpinan KPK terlibat kasus dan menjadi tersangka
Perseteruan KPK dengan Polri (cicak dan buaya) tersebut diatas mencuri perhatian banyak kalangan.Baik dari kelompok akademik, agamawan, ekonom dan politisi. Sebagian diantara mereka simpati ke KPK sebagian lagi membenarkan langkah Bareskrim untuk menghukum KPK yang selama ini seolah menjadi predator pejabat di Tanah Air.
Bersamaan kisru KPK VS Polri, ternyata terjadi kesepakatan yang amat berpengaruh pada roda perputaran ekonomi Indonesia. Bersama menteri ESDM Jokowi menerbitkan Ijin Eksport Mineral Mentah Freeport yang dinilai melawan amanah undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tentang MInera dan Batu bara, yang melarang perusahaan ekspor miniral mentah jika tidak memiliki fasilitas pengelolahan dan pemurnian (smelter) di dalam negeri. Pada saat semua khalayak terfokus pada persoalan antara cicak dan buaya pemerintah justru menjual SDA negeri ini
Konflik antar penegak hukum yang terjadi di bangsa ini terkesan merupakan manajemen konflik yang dimainkan kelas kakap, dibelakang adegan panas tersebut ada kelompok yang cerdik dan licik untuk memainkan emosi publik agar tidak menengok pada rencana pemerintah yang sifatnya lebih sensitif. Dalam buku Memancing Harimau Turun Gunung yang ditulis oleh Sun Zi Bingfa asal China, salah satu jurus politik yang sering digunakan adalah Menipu Langit Menyebrangi Lautan. Sepertinya jurus politik ini sementara dimainkan oleh penguasa dan pengusaha kelas kakap negeri ini.
Negeri ini selalu dirusak dengan kesalahan berfikir para penguasa dan pengusaha, dianggapnya kekayaan terbesar negara adalah sumber daya alam (SDA) dan untuk mensejahterakan rakyat maka SDA itu harus dijual ke negara lain. Padahal, kekayaan negara berupa SDA bukan untuk dijual keluar negeri tapi untuk dijaga dan dikelola dalam negeri sendiri untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh anak bangsa di masa depan.
Berhenti simpati, membenarkan atau mendukung salah satu dari mereka yang berseteru, karena sementara ini, bumi Indonesia telah dijual oleh para kapitalism Indonesia ke kapitalism Barat. Pada akhirnya Indonesia ini akan dibagi oleh para pemodal dam kita akan terjajah di negeri sendiri dan kita hanya bisa berkata "selamat tinggal negeriku".
Maros, 12 Februari 2015
Codding.marusu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar