Sabtu, 24 Januari 2015

APA KABAR NAHDLATUL ULAMA (NU) KABUPATEN MAROS?

Add caption
Islam merupakan agama yang sangat menghargai perbedaan, baik perbedaan antara agama maupun perbedaan dalam Islam itu sendiri. Perbedaan pendapat dan perbedaan paham dalam Islam tidak dianggap sebagai kelemahan bagi sebagian besar Ulama, melainkan dianggap sebagai rahmat yang semakin memperkaya khasana keislaman dalam beragama

Salah satu bentuk keterbukaan paham dalam Islam adalah dengan lahirnya banyak sekte dalam agama yang dibawah oleh Nabi Muhammad SAW. paska beliau wafat, misalnya Islam Syi’ah, Khawarij, Mu’tazila, Qadariyah, Ahlusunnah Waljamaah dan lain sebagainya. Kehadiran aliran-aliran tersebut tidak harus dianggap sebagai bentuk perpecahan ajaran, apalagi dianggap sebagai perpecahan aqidah dalam Islam, melainkan sebagai tanda keluasan dan kedalaman ajaran Islam yang tidak cukup hanya digali dan dituntut oleh satu orang atau satu kelompok saja,sebaliknya butuh banyak orang dan banyak kelompok untuk mendalami ajaran Islam.

Indonesia dikenal sebagai salah satu Negara yang masyarakatnya mayoritas memeluk agama Islam berhaluan Ahlusunnah Waljamaah (ASWAJA), ada beberapa organisasi Islam yang berbasis ASWAJA di tanah air ini, misalnya Muhammadiyah, Darud Dakwah Wal-Irsyad (DDI), Nahdlatul Ulama (NU) dan lain sebagainya. Salah satu organisasi masyarakat (ORMAS) terbesar di Indonesia yang berbasis Islam adalah NU. Sebagai organisasi berbasis Islam ASWAJA, NU tentu harus betul-betul menjaga warganya agar tetap konsisten dalam garis ke-NU-an dan menjaga ajaran Ahlusunnah Waljamaah

Salah satu cabang organisasi yang didirikan oleh KH. Hasyim Asyari tahun 1926 ini terdapat di kabupaten Maros,  NU Kabupaten Maros menjadi salah satu organisasi masyarakat yang dipandang besar oleh banyak orang di Maros, bahkan menurut mantan ketua NU cabang Maros periode  2010-2013 Ustads Jufri  saat bersama dengan penulis di kantor NU kabupaten Maros tahun 2013 yang lalu, bahwa selain warga Muhammadiyah yang ada di pesantren Istiqamah Maccopa, semuanya adalah warga NU. Pernyataan ini sepintas sangat mengagumkan dan membanggakan warga NU, namun pernyataan yang dikeluarkan oleh mantan ketua Komisi Pemilhan Umum (KPU) kabupaten Maros tahun 2013 itu perlu untuk dibuktikan secara administratif, dalam hal ini seluruh warga Nahdiyyin kabupaten Maros tercatat dalam data base organisasi atau minimal jumlah masjid NU se-kabupaten Maros tercatat dalam buku besar organisasi.

Namu pada kenyataannya kita dihadapkan pada realita terbalik. Pengurus NU kabupaten Maros hanya mengklaim jamaah yang pada kenyataannya belum tentu kelompok tersebut mengakui dirinya sebagai warga NU. Dianggapnya seluruh warga selain Muhammadiyah adalah warga Nahdiyyin, padahal terdapat organisasi dan tarekat-tarekat yang tidak mengaku sebagai warga bintang Sembilan tersebut, misalnya Darud Dakwah wa-Irsyad (DDI),  tarekat Naksabandiyah, tarekat Khalwatia dan lain sebagainya.

Saat ini NU kabupaten Maros dinahkodai oleh Ust. Mannang periode 2014-2017, beliau salah satu kader NU kabupaten Maros yang tidak diragukan lagi kadar ke-NU-annya. Tentu ada harapan besar di periode kepengurusan beliau untuk lebih tanggap lagi dalam berupaya membesarkan organisasi dan mempertahankan ajaran ASWAJA.

Kepengurusan kali ini tidak boleh mengikuti jejak kepengurusan sebelumnya, setidaknya pengurus harus memiliki data base warga Nahdiyyin sekabupaten Maros beserta program dan kegiatan yang dicanangkan satu periode kedepan, melakukan kaderisasi ummat bagi kelompok tua maupun kelompok muda Nahdiyyin dan melakukan pelatihan dan dakwa keislaman dalam rangka menjalankan syiar Islam ASWAJA seperti yang diperintahkan Nabi Muhammad SAW.

Tentu saat ini kita secara gamblang melihat di media televisi maupun di media cetak bagaimana budaya Barat telah banyak merusak generasi muda Bangsa. Dengan kecanggihan teknologi saat ini, budaya tersebut dengan cepat dan halus sudah menggrogoti jiwa banyak pemuda dan pemudi kabupaten Maros, misalnya minum minuman keras, konsumsi obat terlarang, seks bebas, pencurian dan lain-sebagainya. Jika dibiarkan terus menerus seperti itu, maka kita hanya akan menunggu waktu kehancuran moral dan agama masyarakat Maros

Pada saat bersamaan, tepat dihadapan mata kita saat ini banyak kelompok-kelompok Islam yang masuk ke Maros, bahkan sampai ke pedesaan melakukan syiar Islam. Mereka melakukan sosialisasi dan pengkaderan di tempat-tempat produktif seperti Masjid, sekolah dan kampus, sehingga ajaran yang mereka bawa cepat atau lambat akan tersebar luas dan menggusur ajaran Islam ala NU di Buttasalewangang. Pengajian-pengajian yang dulu menjadi budaya utama NU, kini diambil alih oleh kelompok mereka, warga yang selama ini dianggap sebagai basis NU akan diculik satu per-satu dan tidak lama lagi Masjid yang diklaim sebagai masjid NU juga akan diambil pula.

NU hadir untuk menjawab tantangan zaman yang semakin berkembang, salah satu organisasi yang diharapkan menjaga nilai-nilai moral, budaya dan agama adalah NU. Maka menjadi tanggung jawab pengurus untuk meminimalisir dan mempilter invasi budaya Barat masuk dan merusak moral di Indonesia, khususnya di kabupaten Maros

Sudah saatnya NU Maros tidak sekedar mengklaim warga kabupaten Maros sebagai jamaah, sebaliknya, pengurus harus berperan aktif untuk melakukan sosialisasi dan pengkaderan di tempat-tempat produktif agar secara kelembagaan maupun ideology, NU tidak tergusur oleh organisasi Islam yang lain. Budaya pengajian harus dihidupkan kembali minimal satu kali per-satu Minggu di masing-masing kecamatan, terutama pengurus cabang Maros.

Secara keorganisasian, NU memiliki powert yang tidak diragukan lagi untuk menjalankan syiar Islam. NU memiliki badan otonom (BANOM) seperti GP. ANSOR, AISYAH, Ikatan Pelajar NU (IPNU), Ikatan Pelajar Putri NU  (IPPNU) dan lain-lain. NU juga memiliki kelompok intelektual yang secara struktur berada di luar NU namun secara ideology dan kesejarahan sama, yaitu Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Beberapa organisasi kepemudaan tersebut bisa menjadi penggerak untuk syiar Islam NU di Buttasalewangang ini.

Yang dibutuhkan saat ini adalah keinginan dan komitmen untuk melakukan penguatan terhadap warga nahdiyyin serta menggerakkan OKP yang bernaung di bawah pengurusan NU. Hal ini dimaksudkan agar NU di kabupaten Maros tidak digilas oleh perubahan-perubahan social yang ditandai dengan invasi budaya Barat dan kedatangan paham-paham baru

Berhenti mengklaim jamaah di kabupaten Maros, yang dibutuhkan saat ini adalah berbuat untuk Islam dan NU secara khusus, perbaiki struktur dan berdayakan badan otonom yang sampai saat ini masih belum bergerak maksimal.



Maros, 20 Januari 2015


                                                                               

 Safaruddin
 Warga Nahdiyyin Kab. Maros



Tidak ada komentar: