Add caption |
Islam merupakan agama yang sangat menghargai perbedaan,
baik perbedaan antara agama maupun perbedaan dalam Islam itu sendiri. Perbedaan
pendapat dan perbedaan paham dalam Islam tidak dianggap sebagai kelemahan bagi sebagian
besar Ulama, melainkan dianggap sebagai rahmat yang semakin memperkaya khasana
keislaman dalam beragama
Salah satu bentuk keterbukaan paham dalam Islam adalah
dengan lahirnya banyak sekte dalam agama yang dibawah oleh Nabi Muhammad SAW. paska
beliau wafat, misalnya Islam Syi’ah, Khawarij, Mu’tazila, Qadariyah, Ahlusunnah
Waljamaah dan lain sebagainya. Kehadiran aliran-aliran tersebut tidak harus
dianggap sebagai bentuk perpecahan ajaran, apalagi dianggap sebagai perpecahan
aqidah dalam Islam, melainkan sebagai tanda keluasan dan kedalaman ajaran Islam
yang tidak cukup hanya digali dan dituntut oleh satu orang atau satu kelompok
saja,sebaliknya butuh banyak orang dan banyak kelompok untuk mendalami ajaran
Islam.
Indonesia dikenal sebagai salah satu Negara yang
masyarakatnya mayoritas memeluk agama Islam berhaluan Ahlusunnah Waljamaah
(ASWAJA), ada beberapa organisasi Islam yang berbasis ASWAJA di tanah air ini,
misalnya Muhammadiyah, Darud Dakwah Wal-Irsyad (DDI), Nahdlatul Ulama (NU) dan
lain sebagainya. Salah satu organisasi masyarakat (ORMAS) terbesar di Indonesia
yang berbasis Islam adalah NU. Sebagai organisasi berbasis Islam ASWAJA, NU
tentu harus betul-betul menjaga warganya agar tetap konsisten dalam garis
ke-NU-an dan menjaga ajaran Ahlusunnah Waljamaah
Salah satu cabang organisasi yang didirikan oleh KH.
Hasyim Asyari tahun 1926 ini terdapat di kabupaten Maros, NU Kabupaten Maros menjadi salah satu
organisasi masyarakat yang dipandang besar oleh banyak orang di Maros, bahkan
menurut mantan ketua NU cabang Maros periode
2010-2013 Ustads Jufri saat
bersama dengan penulis di kantor NU kabupaten Maros tahun 2013 yang lalu, bahwa
selain warga Muhammadiyah yang ada di pesantren Istiqamah Maccopa, semuanya
adalah warga NU. Pernyataan ini sepintas sangat mengagumkan dan membanggakan
warga NU, namun pernyataan yang dikeluarkan oleh mantan ketua Komisi Pemilhan
Umum (KPU) kabupaten Maros tahun 2013 itu perlu untuk dibuktikan secara
administratif, dalam hal ini seluruh warga Nahdiyyin kabupaten Maros tercatat
dalam data base organisasi atau minimal jumlah masjid NU se-kabupaten Maros
tercatat dalam buku besar organisasi.
Namu pada kenyataannya kita dihadapkan pada realita
terbalik. Pengurus NU kabupaten Maros hanya mengklaim jamaah yang pada kenyataannya
belum tentu kelompok tersebut mengakui dirinya sebagai warga NU. Dianggapnya
seluruh warga selain Muhammadiyah adalah warga Nahdiyyin, padahal terdapat
organisasi dan tarekat-tarekat yang tidak mengaku sebagai warga bintang Sembilan
tersebut, misalnya Darud Dakwah wa-Irsyad (DDI), tarekat Naksabandiyah, tarekat Khalwatia dan lain
sebagainya.
Saat ini NU kabupaten Maros dinahkodai oleh Ust. Mannang
periode 2014-2017, beliau salah satu kader NU kabupaten Maros yang tidak
diragukan lagi kadar ke-NU-annya. Tentu ada harapan besar di periode
kepengurusan beliau untuk lebih tanggap lagi dalam berupaya membesarkan
organisasi dan mempertahankan ajaran ASWAJA.
Kepengurusan kali ini tidak boleh mengikuti jejak
kepengurusan sebelumnya, setidaknya pengurus harus memiliki data base warga
Nahdiyyin sekabupaten Maros beserta program dan kegiatan yang dicanangkan satu
periode kedepan, melakukan kaderisasi ummat bagi kelompok tua maupun kelompok
muda Nahdiyyin dan melakukan pelatihan dan dakwa keislaman dalam rangka
menjalankan syiar Islam ASWAJA seperti yang diperintahkan Nabi Muhammad SAW.
Tentu saat ini kita secara gamblang melihat di media
televisi maupun di media cetak bagaimana budaya Barat telah banyak merusak
generasi muda Bangsa. Dengan kecanggihan teknologi saat ini, budaya tersebut dengan
cepat dan halus sudah menggrogoti jiwa banyak pemuda dan pemudi kabupaten
Maros, misalnya minum minuman keras, konsumsi obat terlarang, seks bebas,
pencurian dan lain-sebagainya. Jika dibiarkan terus menerus seperti itu, maka
kita hanya akan menunggu waktu kehancuran moral dan agama masyarakat Maros
Pada saat bersamaan, tepat dihadapan mata kita saat ini
banyak kelompok-kelompok Islam yang masuk ke Maros, bahkan sampai ke pedesaan
melakukan syiar Islam. Mereka melakukan sosialisasi dan pengkaderan di
tempat-tempat produktif seperti Masjid, sekolah dan kampus, sehingga ajaran
yang mereka bawa cepat atau lambat akan tersebar luas dan menggusur ajaran
Islam ala NU di Buttasalewangang. Pengajian-pengajian yang dulu menjadi budaya
utama NU, kini diambil alih oleh kelompok mereka, warga yang selama ini
dianggap sebagai basis NU akan diculik satu per-satu dan tidak lama lagi Masjid
yang diklaim sebagai masjid NU juga akan diambil pula.
NU hadir untuk menjawab tantangan zaman yang semakin
berkembang, salah satu organisasi yang diharapkan menjaga nilai-nilai moral,
budaya dan agama adalah NU. Maka menjadi tanggung jawab pengurus untuk meminimalisir
dan mempilter invasi budaya Barat masuk dan merusak moral di Indonesia,
khususnya di kabupaten Maros
Sudah saatnya NU Maros tidak sekedar mengklaim warga
kabupaten Maros sebagai jamaah, sebaliknya, pengurus harus berperan aktif untuk
melakukan sosialisasi dan pengkaderan di tempat-tempat produktif agar secara kelembagaan
maupun ideology, NU tidak tergusur oleh organisasi Islam yang lain. Budaya
pengajian harus dihidupkan kembali minimal satu kali per-satu Minggu di
masing-masing kecamatan, terutama pengurus cabang Maros.
Secara keorganisasian, NU memiliki powert yang tidak diragukan lagi untuk menjalankan syiar Islam. NU
memiliki badan otonom (BANOM) seperti GP. ANSOR, AISYAH, Ikatan Pelajar NU (IPNU),
Ikatan Pelajar Putri NU (IPPNU) dan
lain-lain. NU juga memiliki kelompok intelektual yang secara struktur berada di
luar NU namun secara ideology dan kesejarahan sama, yaitu Pergerakan Mahasiswa
Islam Indonesia (PMII). Beberapa organisasi kepemudaan tersebut bisa menjadi
penggerak untuk syiar Islam NU di Buttasalewangang ini.
Yang dibutuhkan saat ini adalah keinginan dan komitmen
untuk melakukan penguatan terhadap warga nahdiyyin serta menggerakkan OKP yang
bernaung di bawah pengurusan NU. Hal ini dimaksudkan agar NU di kabupaten Maros
tidak digilas oleh perubahan-perubahan social yang ditandai dengan invasi budaya
Barat dan kedatangan paham-paham baru
Berhenti mengklaim jamaah di kabupaten Maros, yang
dibutuhkan saat ini adalah berbuat untuk Islam dan NU secara khusus, perbaiki
struktur dan berdayakan badan otonom yang sampai saat ini masih belum bergerak
maksimal.
Maros, 20 Januari
2015
Safaruddin
Warga
Nahdiyyin Kab. Maros
Tidak ada komentar:
Posting Komentar