Sabtu, 14 Februari 2015

VALENTINE DALAM PERSEPSI LAIN


SAFARUDDIN
Sekretaris Amanat Kemaslahatan Rakyat (AKAR) 

Indonesia sebagai Negara yang di dalamnya terdapat banyak agama dan kepercayaan, menjadikannya Negara yang sering diberi julukan negara multi agama. Islam, Kristen, Protestan, Hindu, Budha, Konhucu dan beberapa kepercayaan lainnya, hingga saat ini, masing-masing agama di atas memiliki pemeluk yang jumlahnya tidak sedikit.

Masing-masing agama mempunyai hari-hari besar, yang menurut pemeluknya sakral untuk diperingati. Bahkan beberapa hari besar agama seperti perayaan Idul Fitri bukan hanya disambut meriah oleh umat Muslim tapi juga disambut bahagia oleh umat agama lain. Tidak jarang kita melihat dan mendengar seorang non muslim mengucapkan selamat atas perayaan idul fitri kepada umat Muslim.


Saat ini kita sampai pada satu hari besar saudara kita umat Kristiani yaitu Day Valentine atau sering disebut hari kasih sayang. Valentine sebenarnya adalah nama seorang martyr (syuhada dalam pengertian Islam) di masa kekaisaran Romawi. Pada tanggal 14 Februari 270 M. St Valentine dibunuh karena melakukan pertentangan pada penguasa Romawi yaitu Raja Claudius II (268-270 M).
Untuk mengangungkan St. Valentine karena dianggap sebagai symbol ketabahan, keberanian dan kepasrahan dalam menghadapi hidup maka para pengikutnya memperingati kematiannya sebagai upacara keagamaan. Namun sejak abad ke-16 peringatan tersebut beransur hilang dan berubah menjadi peringatan yang tidak berbauh agama. Karena peringatan valentine berdekatan dengan peringatan hari kasih sayang bangsa Romawi atau sering disebut hari supercalis pada tanggal 15 Februari maka orang Romawi yang pada saat itu kontan masuk agama Kristiani mengaitkan peringatan St. Valentine dengan peringatan supercalis menjadi hari kasih sayang sedunia. Itulah latar belakang perayaan hari valentine yang  menuai kritikan oleh banyak kalangan

Perayaan hari kasih sayang ini disambut gembira oleh penganut Kristiani bahkan oleh penganut non Kristiani di Indonesia, tapi saat bersamaan perayaan sekali dalam satu tahun ini disambut kurang baik oleh banyak kalangan baik dari organisasi keagamaan maupun dari pemerintahan daerah. Menurut Hisbut Tahrir Indonesia (HTI) perayaan hari kasih sayang adalah haram, menurut pandangan mereka tidak ada sedikitpun kebolehan seorang muslim mengikuti kebiasaanorang kafir. Menyerupai orang kafir sama halnya mempopulerkan ritual-ritual mereka sehingga terhapuslah nilai-nilai Islam dalam dirinya (13/02/13). Bahkan beberapa kelompok Islam ekstrim yang lain mengharamkan seorang muslim untuk mengucapkan “selamat hari valentine”.

Selain itu Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Amidhan Shaberah memberi tanggapan lebih pada memberi nasehat tentang makna kasih sayang, menurutnya kasih sayang dalam arti muda-mudi terlalu sempit, dan bisa terjerumus kepada hal-hal yang tidak diinginkan.

Selain organisasi Agama di atas, pemerintah kota di beberapa wilayah ikut perihatin atas perayaan valentine oleh generasi muda Indonesia. Keperihatinan tersebut kemudian dituankan menjadi kebijakan yang melarang pelajar atau pemuda untuk merayakannya. Pemerintah Kota Surabaya dengan tegas melarang perayaan valentine oleh seluruh siswa (i) di kota Surabaya dengan mengeluarkan surat edaran bernomor 421/1121/43664/2015 yang ditujukan kepada kepala sekolah SMA, SMP, SMK baik negeri maupun swasta. Di Ace, sebagai wilayah yang satu-satunya menerapkan syariat Islam di Indonesia, juga dengan tegas melarang warganya untuk merayakan valentine, dan untuk mengantisipasi perayaan oleh generasi muda, pemerintah meningkatkan patroli di tempat-tempat nongkrong remaja. Bahkan pemerintah kota Makassar ikut menghimbau warga Makassar agar tidak merayakan hari valentine

Fatwa dan kebijakan di atas merupakan bentuk penolakan agama dan Negara terhadap budaya agama atau Negara lain. Ada persepsi negative yang kemudian melekat dalam perayaan valentine yang dilakukan oleh umat Kristiani seperti seks bebas bagi generasi muda, entah karena latar belakang kelahiran perayaannya atau karena melihat perilaku muda-mudi di hari valentine. Valentine dipandang sebagai penjelmaan senjata Barat untuk merusak moral dan masa depan generasi muda Islam.

Tapi seharusnya kita tidak hanya mendevinisikan sesuatu pada persepsi sejarah atau monoton pada persepsi simbolis agama dan prasangka garis lurus pada sesuatu hal. Kita seharusnya lebih toleran dan bijak untuk mendevinisikan dan mencap valentine sehingga tidak terkesan "main kayu" atau dianggap teroris

Mengucapkan selamat hari valentine merupakan respon positif dan sikap toleran seorang muslim kepada pemeluk agama lain, bukan sebagai bentuk pembenaran dan mendukung apalagi percaya pada agama yang dianut saudara kita di Kristiani. Memberikan ucapan “baik“ kepada pemeluk agama lain bukan berarti ikut mengpopulerkan agama tersebut tetapi lebih pada penghormatan atas kebebasan seseorang untuk memeluk agama menurut keyakinannya masing-masing sebagaimana amanat UUD 1945. 

Hal tersebut pernah dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW. pada saat seorang Kafir Qurais meninggal dunia yang ditandu ketempat bersemayangnnya yang terakhir. Para penandu jenasah lewat di depan rumah Nabi Muhammat dan beliau sontak berdiri. Di jaman itu, salah satu bentuk penghormatan pada mayat yang ditandu ke tempat bersemayang terakhirnya adalah dengan berdiri. Melihat Nabi berdiri, para sahabat terkejut.  “kenapa engkau berdiri yah Rasulullah, padahal orang mati itu adalah seorang Kafir?” Tanya salah seorang sahabat. “Aku  berdiri bukan untuk menghormati agama yang dibawa sampai mati tapi karena dia adalah manusia”. Jawab nabi Muhammad. (terjemahan bebas).

Cuplikan di atas memberi gambaran kepada kita betapa Nabi Muhammad sangat menghargai perbedaan antara manusia dan betapa beliau menghormati sisih kemanusiaan seseorang, sehingga tidak ada alasan bagi umat beliau untuk tidak menghargai segalah bentuk perbedaan dan menghormati sisih kemanusiaan setiap orang. 

Sikap melarang untuk mengucapkan dan merayakan valentine tentu memiliki dasar dan alasan, ada dua alasan kuat yang mendasari pelarangan mengucapkan dan merayakan hari valentine yaitu, pertama ; valentine bukan budaya Timur melainkan budaya Barat. kedua :Valentine diterjemahkan para muda dan mudi sebagai momen penyaluran rasa kasih sayang dengan hal-hal yang berbauh seks, bahkan dengan melakukan hubungan seks di luar nikah. 

Alasan tersebut di atas memang sangat masuk akal dan patut untuk diapresiasi, namun perlu untuk dicermati lebih dalam lagi. Alasan ‘valentine bukan budaya Timur’ terlalu sektoral dan otonomisme yang dapat berakibat membatasi culture mix yang bisa berdampak menghambat percepatan dalam menjawab tantangan zaman. disatu sisih kita telah meniru bahkan menikmati budaya yang sama sekali bukan warisan dunia Timur seperti teknologi. Sedangkan alasan sikap muda-mudi terhadap valentine yang berbauh seks terlalu menyempitkan pandangan. Tindakan-tindakan yang berbauh seks seperti berciuman dan berpelukan bukan lagi hal aneh kita jumpai di tempat umum, bahkan Seks bebas di Negara ini bukan lagi kasus langka, melainkan hal lumra terjadi. Inilah potret anak bangsa saat ini yang menyalahgunakan teknologi. Ini bukan tindakan amoral yang hanya terjadi pada hari valentine melainkan di hari-hari yang lain seperti malam atau hari tahun baru.

Organisasi Islam dan pemerintah seharusnya tidak hanya menghabiskan energi untuk mengkritisi simbol atau penamaan momen seperti valentine sebagai penyebab perilaku amoral muda-mudi saat ini. mereka yang kritis dengan tindakan melarang umat Islam ikut serta dalam mengucapkan dan merayakan valentine seharusnya lebih focus pada pembinaan muda-mudi agar tidak berbuat yang berbauh seks. Mengawasi penggunaan teknologi muda-mudi agar tidak disalah gunakan.

Sosialisasi, penyuluhan dan pengawasan teknologi harus dilakukan pemerintah secara rutin agar dapat terus memperbaharuhi pandangan dan pemahaman muda-mudi soal bagaimana menjadikan teknologi sebagai pendukung utama mencapai peradaban tingkat tinggi dunia. Air keruh yang diperoleh di perairan sawah tidak harus disikapi dengan merusak bendungan yang ada melainkan melakukan perbaikan mulai dari bendungan dampai di ujung sumber mata air. 

Kita harus secara bijak melihat hari valentine bukan sebagai penyebab melainkan hanya sebagai kesempatan muda-mudi untuk melampiaskan sikap tidak bermoral yang sudah bersarang dalam dirinya. Jika hanya melarang untuk merayakan valentine maka itu bukanlah solusi untuk keluar dari sikap tidak bermoral generasi muda-mudi, melainkan hanya menunda saja dan muda-mudi akan mencari dan akan menemukan momen lain untuk melampiaskan gejolak yang tertunda selama sikap itu masih bersarang dalam dirinya. Pendidikan Indonesia harus lebih diperketat untuk mencetak pemuda intelektual yang bermoral dan religious, bukan hanya mencetak kelompok terpelajar yang tidak diimbangi dengan moral yang baik dan nilai-nilai Islam yang mumpuni.

Saya kira, kita semua sepakat bahwa jika perayaan valentine diwarnai dengan warna islami misalnya muda-mudi melakukan pertemuan sebagai ajang silaturahim sekaligus melakukan seminar tentang arti “kasih sayang dalam kehidupan”, bagaimana tuhan memberikan kasih sayang, bagaimana orang tua menumpahkan segalah rasa kasih sayang, seorang mencurahkan rasa kasih dan sayang pada  sahabatnya dan bagaimana seorang laki-laki menunjukkan rasa kasih sayangnya pada seorang perempuan.

Maros, 14 Februari 2015

Tidak ada komentar: