Senin, 23 Februari 2015

KISRU GENG MOTOR DI KOTA DAENG



 OLEH
SAFARUDDIN
Sekretaris A.K.A.R Maros

Akhir-akhir ini masyarakat kota Makassar telah digegerkan atas tindakan kriminalisasi kelompok kawanan geng motor. Pada awalnya geng motor hanya melakukan belap liar di beberapa titik di kota Makassar tapi terakhir aktivitas itu berubah menjadi lebih brutal dan bengis.

Terakhir Geng motor di Makassar sudah sering melakukan pencurian, menodong, bahkan membunuh siapa saja yang di dapat dijalan sedang lengah. Parahnya mereka yang tergabung dalam geng tersebut kebanyakan anak remaja. Baru-baru ini tanggal 07/02/15 kawanan geng motor nekat menyerang asrama polisi Panaikkang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Terakhir kelompok geng motor melakukan Aksi pada Sabtu (21/2/2015) sore. Pada saat itu, sekawanan geng motor beranggotakan enam orang merampok seorang pengendara motor, Rida Ahmad (15) di Jalan Recing Center.


Masih banyak tindakan criminal yang dilakukan sekelompok orang yang sering disebut “geng motor”. Persoalan social ini tentu merupakan polemik yang harus dicarikan solusi terbaik untuk dilakukan karena stempel “Makassar tidak aman” mulai dihubar-humbarkan, jika itu tersosialisasi ke luar daerah, provinsi dan tersebar ke mancanegara maka investor dari luar akan berpikir seribu kali untuk berinvestasi di Makassar. Pada kondisi genting seperti saat ini kita tidak boleh diam dan saling menyalahkan satu sama lain, juga tidak boleh berpangku tangan atas penyakit social yang sementara menggrogoti kota Daeng.

Keberadaan geng motor sebagai kelompok yang meresahkan dan mengancam keamanan masyarakat secara luas, khususnya daerah kota Makassar tidak boleh hanya dipandang sebelah mata. Pemandangan kurang sedap itu harus dijadikan sebagai alas pikir untuk mengevaluasi diri, masyarakat, Negara dan agama. Geng motor tidaklah muncul serta merta melainkan dilatar belakangi dengan hal-hal yang sifatnya sangat penting.

Kehadiran kawanan ini cukup mencuri perhatian masyarakat luas di beberapa daerah dan hampir semua elemen masyarakat menghujat mereka yang berkumpul menjadi geng motor, alasannya sederhana yaitu mereka memeberi rasa tidak aman terhadapa masyarakat.
Saya mencoba untuk memendang mereka bukan sebagai kelompok “griliyator kota” yang berdiri sendiri dan memang segala sesuatunya tidak berdiri sendiri tanpa dipengaruhi atau diatarbelakangi sesuatu yang lain. Saya mencoba untuk menilai mereka sebagai perkumpulan pemuda yang melarikan diri dari kenyataan hidup yang normal di tengah-tengah masyarakat.

Geng yang nota benenya banyak tergabung kelompok generasi muda ini merupakan tamparan keras bagi orang tua dan pemerintah republic Indonesia khususnya pemerintahan kota Makassar (eksekutif, legislative dan yudikatif). Ada banyak hal yang harus  dibenahi dalam negeri ini baik yang sifatnya mikro maupun makro, yang sifatnya pribadi maupun public sehingga kehidupan social bisa tertata aman.

Beberapa hal yang bisa menjadi latar belakang seseorang tergabung dalam geng motor yang kemudian sangat meresahkan masyarakat ;

Pertama : kurangnya perhatian orang tua. Organisasi edukasi paling kecil dalam kehidupan  ini adalah keluarga dan yang paling berperang penting menjadi guru besar dalam keluarga adalah ayah dan ibu. Jika kedua orang tua hanya disibukkan dengan urusan di luar rumah tanpa memberi perhatian yang baik pada anak-anak maka ereka akan merasa dicampakkan. Ketika mereka merasa dicampakkan maka perlahan akan mencari tempat untuk menenangkan diri dan celakanya ketika mereka bertemu dengan kelompok yang suka beronani dengan alam bawa sadarnya, konsumsi obat-obatan, minum minuman keras sampai pada aktivitas “hisap lem” dilakukan agar dapat menenangkan diri. Orang tua tidak boleh menganggap kalau tanggung jawabnya hanya sekedar menyediakan pasilitas dan mengumpulkan harta untuk anak-anaknya melainkan juga bertanggung jawab dalam membentuk karakter dan pribadi anak.

Kedua : Sistem pendidikan Indonesia yang tidak berorentasi untuk menanamkan nilai-nilai agama dan budaya. Sejak dulu sampai sekarang “kritik pendidikan” selalu dilayangkan kelompok-kelompok intelek dalam menilai system pendidikan Indonesia, namun hal itu selamanya hanya berstatus kritikan dan tidak akan beranjak menjadi refrensi bagi pemerintah untuk memperbaiki tatanan pendidikan kita. Dari tingkat Sekolah Dasar sampai perguruan tinggi, kita hanya lebih banyak ditanamkan nilai-nilai secularism dan capitalism ke kepala. Kita dituntut untuk mengasah otak matematik agar dapat bersaing dan hidup sejahtera di masa tua bukan membenah hati dan pikiran agar bisa hidup damai dan bahagia.

Ketiga : Kesejahteraan dan kemakmuran yang tidak merata. Setiap tahun Pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat cukup signifikan, data Badan Pusat Statistik menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan ke-III tahun 2014 sebesar 2,96%. Sedangkan untuk wilayah Makassar pertumbuhan ekonomi di atas 9 persen menjadi perbincangan tersediri bagi ekonom internasional. Terlebih 2015 nanti, bangsa Indonesia menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), Makassar dianggap paling siap menyambut pasar bebas di Asia Tenggara. Rata-rata pertumbuhan ekonomi Kota Makassar di atas 9% dalam lima tahun terakhir mengalahkan raksasa ekonomi Tiongkok. Pada 2008 lalu, pertumbuhan ekonomi Kota Makassar mencapai angka 10,83%. Sedangkan ekonomi Tiongkok belakangan ini cenderung melemah berkisar 7%-7,5% (berita Makassar – 15/10/2014).

Namun hal tersebut tidak merata sampai ke lorong-lorong kota. Pertumbuhan ekonomi yang besar itu dipersembahkan oleh investor-investor besar bukan oleh kelompok usaha mikro, bukan dipersembahkan oleh pedagang kaki lima. Pemerintah kota bahkan sering menggusur pedagang kaki lima tanpa memberi solusi berupa tempat strategis untuk melanjutkan usaha kecilnya, sebaliknya pemerintah kota memfasilitasi investor besar seperti mini market dan super market untuk menjalar sampai ke lorong-lorong. Maka pemberontakan menjadi konsekwensi logis yang akan terjadi di kota Makassar dengan tekanan ekonomi yang begitu besarnya.

Keempat : Benturan politik yang selalu berorentasi untuk memainkan emosi public. Akhir-akhir ini media selalu menampilkan kondisi politik bangsa yang rusuh, gambaran-gambaran yang memperlihatkan ketidak dewasaan demokrasi Indonesia. Calon Kapolri tunggal dinyatakan tersangka kemudian disusul wakil ketua  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinyatakan sebagai tersangka oleh Bareskrim dalam sebuah kasus, terakhir, ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad dinyatakan tersangka dalam kasus pemalsuan dokumen oleh Kapolda Sulselbar. 

Kedua lembaga penegak hukum Negara di atas saling menyerang satu sama lain. Saat bersamaan kelompok geng motor yang sebelumnya hanya melakukan aktivitas balap liar di Makassar kini bermetamorfosis menjadi kawanan pencuri, perampok, penodong dan bahkan pembunuh. Jika pihak kepolisian mau serius memberantas mereka saya pikir bukan hal sulit, dengan jumlah personil kepolisian di Makassar yang tidak sedikit, bukan tidak mungkin diarahkan sebagian besar untuk pengamanan secara konsisten.
Namun hal tersebut terkesan tidak dilakukan secara serius, pihak-pihak terkait seolah membiarkan kisru social di kota daeng akhir-akhir ini tetap terjadi dan memainkan emosi public.


Maros, 23 Februari 2015




Tidak ada komentar: