OLEH
SAFARUDDIN
Sekretaris A.K.A.R Maros
Akhir-akhir ini masyarakat
kota Makassar telah digegerkan atas tindakan kriminalisasi kelompok kawanan
geng motor. Pada awalnya geng motor hanya melakukan belap liar di beberapa
titik di kota Makassar tapi terakhir aktivitas itu berubah menjadi lebih brutal
dan bengis.
Terakhir
Geng motor di Makassar sudah sering melakukan pencurian, menodong, bahkan
membunuh siapa saja yang di dapat dijalan sedang lengah. Parahnya mereka yang
tergabung dalam geng tersebut kebanyakan anak remaja. Baru-baru ini tanggal
07/02/15 kawanan geng motor nekat menyerang asrama polisi Panaikkang, Kota
Makassar, Sulawesi Selatan. Terakhir kelompok geng motor melakukan Aksi pada
Sabtu (21/2/2015) sore. Pada saat itu, sekawanan geng motor beranggotakan enam
orang merampok seorang pengendara motor, Rida Ahmad (15) di Jalan Recing
Center.
Masih banyak tindakan
criminal yang dilakukan sekelompok orang yang sering disebut “geng motor”.
Persoalan social ini tentu merupakan polemik yang harus dicarikan solusi terbaik
untuk dilakukan karena stempel “Makassar tidak aman” mulai dihubar-humbarkan,
jika itu tersosialisasi ke luar daerah, provinsi dan tersebar ke mancanegara
maka investor dari luar akan berpikir seribu kali untuk berinvestasi di
Makassar. Pada kondisi genting seperti saat ini kita tidak boleh diam dan
saling menyalahkan satu sama lain, juga tidak boleh berpangku tangan atas
penyakit social yang sementara menggrogoti kota Daeng.
Keberadaan geng motor
sebagai kelompok yang meresahkan dan mengancam keamanan masyarakat secara luas,
khususnya daerah kota Makassar tidak boleh hanya dipandang sebelah mata.
Pemandangan kurang sedap itu harus dijadikan sebagai alas pikir untuk
mengevaluasi diri, masyarakat, Negara dan agama. Geng motor tidaklah muncul
serta merta melainkan dilatar belakangi dengan hal-hal yang sifatnya sangat
penting.
Kehadiran kawanan ini cukup
mencuri perhatian masyarakat luas di beberapa daerah dan hampir semua elemen
masyarakat menghujat mereka yang berkumpul menjadi geng motor, alasannya sederhana
yaitu mereka memeberi rasa tidak aman terhadapa masyarakat.
Saya mencoba untuk memendang
mereka bukan sebagai kelompok “griliyator kota” yang berdiri sendiri dan memang
segala sesuatunya tidak berdiri sendiri tanpa dipengaruhi atau diatarbelakangi
sesuatu yang lain. Saya mencoba untuk menilai mereka sebagai perkumpulan pemuda
yang melarikan diri dari kenyataan hidup yang normal di tengah-tengah
masyarakat.
Geng yang nota benenya
banyak tergabung kelompok generasi muda ini merupakan tamparan keras bagi orang
tua dan pemerintah republic Indonesia khususnya pemerintahan kota Makassar
(eksekutif, legislative dan yudikatif). Ada banyak hal yang harus dibenahi dalam negeri ini baik yang sifatnya
mikro maupun makro, yang sifatnya pribadi maupun public sehingga kehidupan
social bisa tertata aman.
Beberapa hal yang bisa
menjadi latar belakang seseorang tergabung dalam geng motor yang kemudian sangat
meresahkan masyarakat ;
Pertama
:
kurangnya perhatian orang tua. Organisasi edukasi paling kecil dalam
kehidupan ini adalah keluarga dan yang
paling berperang penting menjadi guru besar dalam keluarga adalah ayah dan ibu.
Jika kedua orang tua hanya disibukkan dengan urusan di luar rumah tanpa memberi
perhatian yang baik pada anak-anak maka ereka akan merasa dicampakkan. Ketika
mereka merasa dicampakkan maka perlahan akan mencari tempat untuk menenangkan
diri dan celakanya ketika mereka bertemu dengan kelompok yang suka beronani
dengan alam bawa sadarnya, konsumsi obat-obatan, minum minuman keras sampai
pada aktivitas “hisap lem” dilakukan agar dapat menenangkan diri. Orang tua
tidak boleh menganggap kalau tanggung jawabnya hanya sekedar menyediakan
pasilitas dan mengumpulkan harta untuk anak-anaknya melainkan juga bertanggung
jawab dalam membentuk karakter dan pribadi anak.
Kedua
:
Sistem pendidikan Indonesia yang tidak berorentasi untuk menanamkan nilai-nilai
agama dan budaya. Sejak dulu sampai sekarang “kritik pendidikan” selalu dilayangkan kelompok-kelompok intelek
dalam menilai system pendidikan Indonesia, namun hal itu selamanya hanya
berstatus kritikan dan tidak akan beranjak menjadi refrensi bagi pemerintah
untuk memperbaiki tatanan pendidikan kita. Dari tingkat Sekolah Dasar sampai
perguruan tinggi, kita hanya lebih banyak ditanamkan nilai-nilai secularism dan
capitalism ke kepala. Kita dituntut untuk mengasah otak matematik agar dapat
bersaing dan hidup sejahtera di masa tua bukan membenah hati dan pikiran agar
bisa hidup damai dan bahagia.
Ketiga
:
Kesejahteraan dan kemakmuran yang tidak merata. Setiap tahun Pertumbuhan ekonomi
Indonesia meningkat cukup signifikan, data Badan Pusat Statistik menunjukkan
pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan ke-III tahun 2014 sebesar 2,96%. Sedangkan
untuk wilayah Makassar pertumbuhan ekonomi di atas 9 persen menjadi
perbincangan tersediri bagi ekonom internasional. Terlebih 2015 nanti, bangsa
Indonesia menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), Makassar dianggap paling
siap menyambut pasar bebas di Asia Tenggara. Rata-rata pertumbuhan ekonomi Kota
Makassar di atas 9% dalam lima tahun terakhir mengalahkan raksasa ekonomi
Tiongkok. Pada 2008 lalu, pertumbuhan ekonomi Kota Makassar mencapai angka
10,83%. Sedangkan ekonomi Tiongkok belakangan ini cenderung melemah berkisar
7%-7,5% (berita Makassar – 15/10/2014).
Namun hal tersebut tidak
merata sampai ke lorong-lorong kota. Pertumbuhan ekonomi yang besar itu
dipersembahkan oleh investor-investor besar bukan oleh kelompok usaha mikro,
bukan dipersembahkan oleh pedagang kaki lima. Pemerintah kota bahkan sering
menggusur pedagang kaki lima tanpa memberi solusi berupa tempat strategis untuk
melanjutkan usaha kecilnya, sebaliknya pemerintah kota memfasilitasi investor
besar seperti mini market dan super market untuk menjalar sampai ke
lorong-lorong. Maka pemberontakan menjadi konsekwensi logis yang akan terjadi
di kota Makassar dengan tekanan ekonomi yang begitu besarnya.
Keempat
:
Benturan politik yang selalu berorentasi untuk memainkan emosi public.
Akhir-akhir ini media selalu menampilkan kondisi politik bangsa yang rusuh,
gambaran-gambaran yang memperlihatkan ketidak dewasaan demokrasi Indonesia.
Calon Kapolri tunggal dinyatakan tersangka kemudian disusul wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinyatakan
sebagai tersangka oleh Bareskrim dalam sebuah kasus, terakhir, ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad dinyatakan tersangka dalam kasus pemalsuan
dokumen oleh Kapolda Sulselbar.
Kedua lembaga penegak hukum
Negara di atas saling menyerang satu sama lain. Saat bersamaan kelompok geng
motor yang sebelumnya hanya melakukan aktivitas balap liar di Makassar kini
bermetamorfosis menjadi kawanan pencuri, perampok, penodong dan bahkan
pembunuh. Jika pihak kepolisian mau serius memberantas mereka saya pikir bukan
hal sulit, dengan jumlah personil kepolisian di Makassar yang tidak sedikit,
bukan tidak mungkin diarahkan sebagian besar untuk pengamanan secara konsisten.
Namun hal tersebut terkesan
tidak dilakukan secara serius, pihak-pihak terkait seolah membiarkan kisru
social di kota daeng akhir-akhir ini tetap terjadi dan memainkan emosi public.
Maros, 23 Februari 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar