Seseorang
yang aktif dalam sebuah organisasi dan konsisten memperjuangkan hak-hak
masyarakat sering disebut sebagai aktivis. Sejak tahun 1965 predikat
ini diberikan pada kelompok penggerak dan digerakkan untuk melawan
pemerintahan orde lama yang dipandang sewena-wena dan tidak pro rakyat.
Aktivis
65 bukan hanya berasal dari kelompok pemuda dan Mahasiswa melainkan
seluruh elemen masyarakat yang melakukan intraksi pra revolusi struktur
resim orde lama. sehingga pada masa itu hampir tidak dapat dibedakan
mana penggerak dan yang digerakkan untuk menggulingkan Resim Soekarno.
Pada dekade 98 seorang aktivis sudah mulai diidentikkan dengan kelompok intelek, baik dari kalangan politisi, akademisi maupun dari kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Di masa ini para aktivis berada pada posisi strategis dalam misi meruntuhkan resim Soeharto. Elemen masyarakat, bersama aktivis dari berbagai kalangan bersatu padu dalam satu tujuan, yaitu menurunkan Soeharto dari pucuk pimpinannya.
Gerakan yang dilakukan oleh para aktivis (terlepas adanya campur tangan CIA)
memperoleh hasil yang cukup memuaskan, dari masa orde baru menjadi masa
reformasi (revitalisasi struktur). Di masa inilah setiap orang terbuka
bebas untuk membentuk forum atau organisasi yang sifatnya non komersial,
banyak organisasi kemasyarakatan dan LSM yang lahir serta berkembang
untuk menjadi mitra kritis bagi pemerintah.
Pada
era saat ini, dimana setiap organisasi kepemudaan, organisasi
kemasyarakatan dan LSM sudah tersebar di seluruh Indonesia tidak lagi
berorentasi untuk menjatuhkan atau menggulingkan pemerintahan yang
dimandat masyarakat dengan proses pemilihan langsung, para aktivis dari
berbagai latar belakang organisasi harus ikut serta dalam mengisi
pembangunan ibu pertiwi ini.
Dalam
konteks Maros saat ini, tentu kita harus mampu berfikir global dan
bertindak lokal dalam rangka pembangunan Maros yang lebih baik dari
sebelumnya. Para aktivis yang berasal dari latar belakang organisasi
yang berbeda berkewajiban berfikir, bertindak, bersikap dan berbuat
dengan orentasi mengsejahterakan masyarakat Maros secara merata tanpa
membeda-bedakan.
Salah
satu syarat yang mesti dimiliki aktivis Maros adalah cerdas, seorang
aktivis yang hanya bermodalkan keberanian dan kenekatan tidak memenuhi
syarat untuk mendorong pembangunan sebuah wilayah melainkan hanya
berpotensi membuat kisru gerakan yang berujung hambar bahkan bisa
berujung caos. Apalagi jika seorang aktivis hanya mengandalkan komunitas (organisasi) tanpa memiliki nilai tawar berpikir dan bertindak.
Seorang
aktivis yang produktif adalah mereka yang secara analitik dapat
menangkap kesenjangan dari kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah
maupun pihak swasta, hasil analisis itu kemudian dibedah dan
didiskusikan bersama dalam satu kelompok. Ketika mendapatkan ketimpangan
dari kebijakan tersebut selanjutnya dituankan dalam satu sikap kritis
dengan mempersiapkan solusi bijak.
Tentu
hal tersebut di atas merupakan konsep ideal yang tidak selamanya
berlaku dalam realita keorganisasian di kabupaten Maros hari ini. Tidak
jarang kita menemukan sikap seorang aktivis yang mengatasnamakan
perjuangan namun pada akhirnya menjual hak-hak rakyat. kita juga sering
menemukan aktivis yang berteriak di tengah jalan tentang kebijakan
pemerintah tapi ketika ditanya tentang solusi, dia tidak bisa
bergumang.
Sudah
saatnya para aktivis Maros mendaur ulang strategi dan tujuan perjuangan
yang sebenarnya, berfikir ekstrim sangat penting dalam gerakan, tapi
bersikap ekstrim sudah harus diperhalus dan dipoles menjadi aroma melati
yang dapat membuat orang lain menerima kritikan dan solusi yang
ditawarkan dengan besar hati.
SAFARUDDIN
Maros, 25 Februari2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar