Masing-masing agama punya dua wajah yang berbeda. Yang satu berwajah teduh, satunya lagi berwajah masam, bahkan kadang-kadang menakutkan. Keduanya sama-sama mengklaim diri benar, dan tujuannya benar pula.
Seperti agama lain, secara umum Islam juga dapat dibagi menjadi dua wajah atau sekte. Sekte pertama, menganggap Islam adalah konsep yang sudah selesai, realitas harus tunduk pada literal kitab Suci secara tekstual. Kebenaran sudah terpahat abadi di situ, manusia tinggal menjalankan petunjuk teks dalam kitab langit itu.
Sekte lainnya memandang Islam tidak sesederhana itu, selain menjadi agama wahyu, Islam juga dipandang sebagai agama histori. Ayat-ayat langit turun terpotong-potong, mengikuti diktum-diktum sejarah yang berjalan dan menjawab persoalan yang melilit masa kenabian.
Pengkajian dan penafsirannya tentang teks ayat suci turut melibatkan peran akal dan konteks, sehingga tidak kaku mengamalkan perintah ayat. Kelompok terakhir ini banyak mencocokkan teks dengan kejadian yang memicu petunjuk ilahi itu turun.
Dari sekte pertama, lahir gerakan yang akhir-akhir ini “dijuluki” Gerakan Fundamentalisme. Gerakan yang kerap menggunakan teks-teks suci Al-Quran secara verbal untuk menindaki apa yang menurut kacamata mereka perbuatan maksiat. Kelompok ini tak sungkan-sungkan menempuh jalan kekerasan untuk memperjuangkan kebenaran versi mereka.
Aksi-aksi kekerasan yang mereka lakukan seperti bom bunuh diri, pelemparan bom Molotov, sampai penyerangan terhadap umat agama lain, bahkan umat Islam lain yang dianggap sesat, adalah gerakan yang sangat berbahaya.
Kerusakan yang ditimbulkan bukan hanya mengenahi sasarannya, tapi juga mencoreng dan melukai wajah Islam secara keseluruhan. Islam tercederahi oleh ekspresi anak-anaknya sendiri dengan mengatas namakan tuhan.
Itu belum seberapa, yang jauh lebih berbahaya dari tindakan-tindakan kekerasan tadi adalah pemikiran-pemikiran mereka. Pemikiran ekstrim yang disebar ke seluruh dunia dengan menunggangi media sosial yang akan melahirkan aksi kekerasan lain di masa mendatang.
Sasarannya adalah umat Islam sendiri, terutama kita yang awam-awam ini. mereka juga menyasar kelompok anak muda muslim yang tidak punya basic ilmu agama yang cukup. Lewat media social, kelompok ekstrim tersebut menyuapi ajaran-ajaran Islam yang radikal.
Apa bahayanya? Bayangkan jika ajaran itu diterima dan diyakini sebagai kebenaran agama yang mutlak oleh sebagian besar umat Islam. Wajah Islam akan berubah jadi menyeramkan, galak, bengis dan menakutkan. Takbiratul ihram, Allahu Akbar, tidak lagi digunakan untuk membuka ritual salat, melainkan dijadikan fasword untuk mencelakakan manusia lain.
Bisa dibayangkan bagaimana jadinya, jika tiba-tiba seorang anak menunjuk wajah orang tuanya lalu teriak bid’ah, sesat dan kafir. Atau ngamuk-ngamuk saat orang tuanya meninggal dan hendak dilakukan budaya tujuh harinya.
Itu bahaya dan jadi ancaman besar bagi bangsa dan agama Islam itu sendiri. Pemikiran-pemikiran radikal dan tekstual harus dilawan dengan pemikiran sejuk dan kontekstual. Inilah perang paling logis untuk dilakukan, melawan pemikiran dengan pemikiran, menyerang tulisan dengan tulisan.
Itu saja
Salam toleransi
Tukamasea, 01 Desember 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar