Kemarin, waktu teman-teman aktifis di Maros pertama kali menyerang Mall Batangase, saya salah seorang warga Maros yang tidak sepaham. Kenapa? Karena motifnya tidak bisa diterima akal sehat saya. Mereka menolak patung dan gambar-gambar yang terpajang di sana.
Alasannya karena bersinggungan dengan Aqidah agama setempat dan Budaya lokal. Saya berusaha menerima alasan itu dengan mempertimbangkan sisi religi dan . Tapi tidak bisa. Pikiran saya menolak setuju. Itu pikiran kolot.
Barulah saya sepaham dengan aksi teman-teman meneriaki mall pertama di Maros itu karena alasan ANDAL dan Administrasinya yang belum tuntas. Itu tidak bisa dibenarkan apalagi didukung.
Tidak boleh dibiarkan investor manapun membangun dan mengoperasionalkan perusahaannya tanpa menyelesaikan administrasinya. Itu tindakan VOC namanya.
Salah seorang teman bertanya, kenapa di facebook saya gencar mengkritik “agama” sendiri. Menolak tindakan-tindakan FPI dan Imamnya, menyerang HTI dan mengkritik Felix Siauw dan Jonru. Segitu bencikah kamu kepada Islam? Saya bilang ini bukan soal benci atau tidak. Bukan itu motif saya. Bukan. Saya Islam tapi saya juga Indonesia, saya cinta Islam juga cinta Indonesia.
Aksi-aksi mengatas-namakan agama dan bisa mencederai nama baik Islam itu sendiri tentu tidak bisa dibiarkan. Tindakan FPI tidak mencontohkan Islam Rahmat, sering marah-marah. HTI, partai politik internasional itu mengusung konsep Khilafah. ini melawan Pancasila namanya. Sedangkan Felix dan Jonru, anda bisa menilai sendiri cuitan dan tulisan-tulisannya. Itu sebabnya saya mengkritik “mereka”.
Dulu, waktu ramai-ramainya kasus “penistaan agama” oleh Ahok. Saya kerap menulis di walk akun pribadi yang terkesan membela mantan Gubernur DKI Jakarta itu. Bahkan salah seorang teman menempeli saya cap “pembela Ahok. Ahoker. Padahal tidak. Siapa pula Ahok itu mau dibela. Dan siapa juga diri ini mau membela orang lain.
Tapi menghakimi seseorang melebihi kesalahannya tentu tidak lah bijak. Saya sering mengulang kalimat teman saya ini. Bukan soal Ahok semata. Ini soal sikap proporsional kita dalam menyikapi masalah orang lain. Adil. Kata Pramodya Ananta Toer harus adil sejak dalam pikiran. Dan tentu tidak boleh perbedaan agama membuat kita tidak adil pada orang lain.
Begitulah. Sikap boleh sama tapi motif selalu berbeda dimana-mana. Anda boleh jalan berdua bersama saudara kembar anda. Bergandengan tangan. Sama jenis kelamin. Keduanya memakai pakaian serupa, sepatu sewarna. Model rambut persis. Kedua-duanya pakai kawat gigi, arahnya juga sama-sama ke pasar. Tapi belum tentu tujuan dan motifnya ke pasar sama. Di hal ini kita selalu berbeda dengan orang lain.
Tukamasea, 02 Juli 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar