Selasa, 22 September 2015

LANTUNAN KESYUKURAN




Kita terlahir dalam keadaan suci ­ atau lebih tepat dikatakan kosong. Kita kosong dari segalahnya. Dari dosa dan dari amal kebaikan. 

Kita kosong dari segalah upaya, kita membawa mata tapi tak memiliki penglihatan, memperoleh telinga namun tak kuasa mendengar, punya lidah tapi tak sanggup berucap, punya tangan namun tak bisa menyuapi diri, bahkan kaki yang dimiliki tak kuasa kita gunakan untuk berjalan.

Lalu perlahan tuhan ­melalui alam semesta, mengajarkan kita menggunakan fungsi mata untuk melihat, awalnya hanya secerca cahaya, kemudian bayangan kabur mulai Nampak, lalu gambaran utuh tentang kehidupan terhampar di depan mata. Tuhan mengajari kita untuk melihat.

Perlahan tuhan ­­ melalui alam semesta, mengajarkan mahluk paling disayanginya untuk mengenal suara, awalnya hanya bunyi-bunyian yang tak bisa kita kenal bernadakan apa. Lalu suara itu terdengar jelas di telinga, setiap jenis suara bisa kita devinisikan dengan jelas. Tuhan mengajari kita untuk mendengar.

Perlahan tuhan ­ melalui alam semesta, mengajarkan ciptaan paling manjanya untuk mengenal kata. Awalnya kita hanya bisa menyebut mama & papa, lalu perlahan kita menguasai banyak kosa kata kemudian alam mengajari kita untuk menyusun kosa kata menjadi kalimat yang fasih kita ucapkan sehari-hari. Tuhan mengajari kita untuk berbicara.

Perlahan tuhan ­ melalui alam semesta, mengajarkan hambanya yang menjadi penyebab Iblis diusir dari Syurga ini untuk menyuapi diri sendiri. Awalnya, tangan hanya dibiarkan terbuka dan mengepal lalu perlahan, kita belajar memasukkan makanan ke dalam mulut sendiri ­ bahkan untuk megajarkan makan kepada kita, tuhan mengijinkan kita memasukkan apa saja ke dalam mulut. Tuhan mengajarkan kita untuk menyuapi diri sendiri.

Perlahan tuhan ­ melalui alam semesta, mengajarkan umat yang paling berpotensi membangun dan merusak alam ini untuk menggunakan kaki kita berjalan. Awalnya kita hanya merangkak, lalu belajar berdiri, lalu terjatuh, lalu berdiri lagi, lalu terjatuh lagi ­ kita sering tertawa saat jatuh bahkan jatuh menjadi bagian paling indah dalam masa kecil kita. Akhirnya kita bisa melangkah, berjalan, dan berlari sejauh-jauhnya ­ sejadi-jadinya. Tuhan mengajarkan kita untuk berjalan dan berlari.

Lalu saat kita tumbuh besar dengan kemampuan melihat, mendengar, berbicara, makan dan berjalan yang baik, kita melupakan segalah nikmat yang diberikan. Kita memberontak pada aturan agama dan adat yang ada. 

Agama dan adat mengajarkan kita untuk melihat yang baik-baik, kemudian pada kenyataannya segalah yang kurang baik ­ bahkan yang buruk menjadi tontonan paling asyik untuk kita nikmati. Lalu kesyukuran apa yang bisa kita banggakan di hadapan-Nya kelak.

Agama dan adat mengajarkan kita untuk mendengar yang baik/benar/indah, kemudian dalam kehidupan sehari - hari, kita banyak menyempatkan diri untuk mendengar sesuatu yang jelek ­ kita sangat gemar mendengar cerita jelek tentang saudara kita. Lalu kesyukuran apa yang bisa kita banggakan di hadapan-Nya kelak.

Agama dan adat mengajarkan kita untuk berkata baik kepada semua orang, kemudian pada kenyataannya kita sering “memakan daging saudara kita sendiri” – kita gemar menceritakan kejelekan orang lain tanpa ada sedikitpun penyesalan. Lalu kesyukuran apa yang bisa kita banggakan di hadapan-Nya kelak.  

Agama dan adat mengajarkan kita untuk makan menggunakan tangan sendiri dan makan yang baik-baik. Sebaliknya, sangat banyak saudara kita yang gemar makan dari tangan orang lain. Bahkan kita gemar merampas “makanan” yang bukan hak kita, pencurian dan korupsi terjadi di mana-mana  – parahnya, kita anggap itu biasa-biasa saja. Lalu kesyukuran apa yang bisa kita banggakan di hadapan-Nya kelak.

Agama dan adat mengajarkan kita untuk berjalan dan melangkahkan kaki ke tempat yang baik-baik. Kemudian dengan sadar kita mengendarai kaki menuju tempat kemaksiatan – celakanya, penyesalan tak kunjung hadir dalam hati kita. Lalu kesyukuran apa yang bisa kita banggakan di hadapan-Nya kelak. 

Maros, 23 09 2015

SAFARUDDIN


   

Tidak ada komentar: