Kita terlahir dalam keadaan
suci atau lebih tepat dikatakan kosong. Kita kosong dari segalahnya. Dari dosa
dan dari amal kebaikan.
Kita kosong dari segalah
upaya, kita membawa mata tapi tak memiliki penglihatan, memperoleh telinga
namun tak kuasa mendengar, punya lidah tapi tak sanggup berucap, punya tangan
namun tak bisa menyuapi diri, bahkan kaki yang dimiliki tak kuasa kita gunakan
untuk berjalan.
Lalu perlahan tuhan melalui
alam semesta, mengajarkan kita menggunakan fungsi mata untuk melihat, awalnya
hanya secerca cahaya, kemudian bayangan kabur mulai Nampak, lalu gambaran utuh
tentang kehidupan terhampar di depan mata. Tuhan mengajari kita untuk melihat.
Perlahan tuhan melalui
alam semesta, mengajarkan mahluk paling disayanginya untuk mengenal suara,
awalnya hanya bunyi-bunyian yang tak bisa kita kenal bernadakan apa. Lalu suara
itu terdengar jelas di telinga, setiap jenis suara bisa kita devinisikan dengan
jelas. Tuhan mengajari kita untuk mendengar.
Perlahan tuhan melalui
alam semesta, mengajarkan ciptaan paling manjanya untuk mengenal kata. Awalnya kita
hanya bisa menyebut mama & papa, lalu
perlahan kita menguasai banyak kosa kata kemudian alam mengajari kita untuk
menyusun kosa kata menjadi kalimat yang fasih kita ucapkan sehari-hari. Tuhan mengajari
kita untuk berbicara.
Perlahan tuhan melalui
alam semesta, mengajarkan hambanya yang menjadi penyebab Iblis diusir dari
Syurga ini untuk menyuapi diri sendiri. Awalnya, tangan hanya dibiarkan terbuka
dan mengepal lalu perlahan, kita belajar memasukkan makanan ke dalam mulut
sendiri bahkan untuk megajarkan makan kepada kita, tuhan mengijinkan kita memasukkan
apa saja ke dalam mulut. Tuhan mengajarkan kita untuk menyuapi diri sendiri.
Perlahan tuhan melalui
alam semesta, mengajarkan umat yang paling berpotensi membangun dan merusak alam
ini untuk menggunakan kaki kita berjalan. Awalnya kita hanya merangkak, lalu belajar
berdiri, lalu terjatuh, lalu berdiri lagi, lalu terjatuh lagi kita sering
tertawa saat jatuh bahkan jatuh menjadi bagian paling indah dalam masa kecil
kita. Akhirnya kita bisa melangkah, berjalan, dan berlari sejauh-jauhnya
sejadi-jadinya. Tuhan mengajarkan kita untuk berjalan dan berlari.
Lalu saat kita tumbuh besar
dengan kemampuan melihat, mendengar, berbicara, makan dan berjalan yang baik,
kita melupakan segalah nikmat yang diberikan. Kita memberontak pada aturan
agama dan adat yang ada.
Agama dan adat mengajarkan
kita untuk melihat yang baik-baik, kemudian pada kenyataannya segalah yang
kurang baik bahkan yang buruk menjadi tontonan paling asyik untuk kita nikmati. Lalu kesyukuran apa yang bisa kita
banggakan di hadapan-Nya kelak.
Agama dan adat mengajarkan
kita untuk mendengar yang baik/benar/indah, kemudian dalam kehidupan sehari - hari,
kita banyak menyempatkan diri untuk mendengar sesuatu yang jelek kita sangat gemar
mendengar cerita jelek tentang saudara kita. Lalu kesyukuran apa yang bisa kita
banggakan di hadapan-Nya kelak.
Agama dan adat mengajarkan
kita untuk berkata baik kepada semua orang, kemudian pada kenyataannya kita
sering “memakan daging saudara kita sendiri” – kita gemar menceritakan
kejelekan orang lain tanpa ada sedikitpun penyesalan. Lalu kesyukuran apa yang
bisa kita banggakan di hadapan-Nya kelak.
Agama dan adat mengajarkan
kita untuk makan menggunakan tangan sendiri dan makan yang baik-baik. Sebaliknya,
sangat banyak saudara kita yang gemar makan dari tangan orang lain. Bahkan kita
gemar merampas “makanan” yang bukan hak kita, pencurian dan korupsi terjadi di
mana-mana – parahnya, kita anggap itu
biasa-biasa saja. Lalu kesyukuran apa yang bisa kita banggakan di hadapan-Nya
kelak.
Agama dan adat mengajarkan
kita untuk berjalan dan melangkahkan kaki ke tempat yang baik-baik. Kemudian dengan
sadar kita mengendarai kaki menuju tempat kemaksiatan – celakanya, penyesalan
tak kunjung hadir dalam hati kita. Lalu kesyukuran apa yang bisa kita banggakan
di hadapan-Nya kelak.
Maros, 23 09 2015
SAFARUDDIN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar