Bahagia dan Derita,
merupakan dua kata yang memiliki arti yang saling berlawanan. Bahagia merupakan rasa yang menunjukkan
kesenangan seseorang dalam kondisi tertentu, sedangkan derita merupakan perasaan yang menunjukkan perasaan tidak senang
seseorang pada kondisi tertentu.
Meskipun sudah tidak asing
kita dengarkan. Bagi saya, kedua kata ini merupakan sebuah misteri tersendiri
yang ada dalam kehidupan manusia mungkin lebih tepat dikatakan warna
tersendiri yang menghiasi kehidupan manusia.
Sejak pertama kali manusia
diciptakan, rasa bahagia sudah menjadi harapan utama. Saat Adam diciptakan
sendirian, dirinya merasakan kesepian dan karena rasa kesepian itu sehingga
diciptakanlah manusia kedua, Sitti Hawa.
Sejak diciptakan Sitti Hawa
untuk mendampingin Adam, konon Adam selalu merasa bahagia. Sejak itulah
diasumsikan perempuan merupakan sumber kebahagiaan bagi laki-laki dan segitupun
sebaliknya. Seorang laki-laki merasakan kebahagiaan ketika duduk bersama, makan
bersama, tidur bersama dengan perempuan yang dicintainya.
Namun asumsi itu
terbantahkan saat Adam hendak memakan buah terlarang dalam Syurga, dia
merasakan kebahagiaan saat ingin memakan
buah yang sering disebut sebagai buah keabadian tersebut. Di sini timbul asumsi
baru, bahwa perempuan hanya salah satu sumber sebab kebahagiaan, dan yang lainnya adalah makanan. Seseorang
akan merasakan kebahagiaan yang tinggi saat apa saja yang ingin dimakan ada di
hadapannya, meskipun itu terlarang.
Seiring berjalannya waktu,
ternyata manusia secara umum menyadari bahwa bukan hanya perempuan dan makanan
yang membuat seseorang bahagia. Kekuasaan, pujian, ketampanan dan masih banyak
lagi alasan-alasan lain seseorang bisa berbahagai.
Namun bagaimana jika
seseorang tidak memperoleh semua penyebab kebahagiaan yang saya sebutkan di
atas, Apakah derita menjadi bantal guling untuk malamnya, menjadi teman hidup
sepanjang usia. Inilah alasan saya katakan bahagia
& derita merupakan misteri bagi manusia.
Alkisah ada seorang kakek
tua tinggal sendiri di salah satu pulau di seberang sana. Pulau yang tak
berpenghuni dan hampir tidak ada pepohonan yang bisa hidup di atasnya. Ketika malam
datang, nyamuk jadi teman paling setia baginya, dingin menjelma jadi selimut
untuk tubuhnya yang kurus. Ketika siang tiba, panas jadi satu-satunya alasan
untuk tetap berada dalam podoknya dan vatamorgana satu-satunya pemandangan
indah dalam ilusinya.
Sejak 20 tahun silam,
dirinya diasingkan kepulau yang menyeramkanitu, alasannya sederhana. Dirinya menderita
penyakit kusta yang berpotensi menular cepat kepada orang lain. Karena alasan
itu lah kepala suku memutuskan untuk membuangnya jauh dari kehidupan masyarakat
luas.
Lantas apakah kehidupan akan
merampas haknya untuk bahagia, kemudian menggantinya dengan derita sepanjang usia
yang dimiliki? Tentu tidak, karena kebahagiaan dan penderitaan merupakan sebuah
misteri misteri dalam diri manusia bahagia dan derita ada dalam diri manusia dan
tidak semua musibah bisa membuat derita dalam diri seseorang begitupun sebaliknya,
tidak semua keberuntungan membuat seseorang bahagia.
Contoh sederhana ; Seorang
suami yang ditinggal mati oleh istrinya. Tidak suami menderita karena ditinggal
mati oleh istri. Ada beberapa, bahkan mungkin banyak laki-laki berbahagia
(meskipun tetap mengeluarkan air mata buaya) saat
istrinya meninggal karena bisa beristri lagi. Baru-baru ini, tragedi di Mekah
yang menelang ratusan korban, tidak semua orang yang mengalami itu merasa
menderita. Ada diantara mereka berbahagia karena merasa beruntung menghabiskan
masa hidupnya di rumah Tuhan. Ada pula orang yang bergemilang harta tapi toh
mereka masih merasa gersan dan kuatir atas kehidupan yang dialami.
Kemarin saat masuk di kantor
desa Tukamasea kec. Bantimurung, saya melihat ada perpustakaan yang terisi
banyak jenis buku. Ini salah satu program pendidikan yang bagus menurut saya
karena semua kantor desa di wilayah kabupaten Maros wajib memiliki perpustakaan
desa. Meskipun program ini tidak tepat sasaran, tapi bagi saya ini merupakan
giat pemerintah untuk memberantas buta informasi bagi masyarakat akar rumput.
Saya melihat buku-buku di
perpustakaan itu tersusun rapi dan masih banyak jumlah dan jenisnya, mungkin
karena pengelolaannya yang bagus tapi mungkin juga karena tidak ada warga,
khususnya anak muda yang tertarik ke kantor desa pinjam atau baca buku di
tempat.
“seandainya di masa saya
masih kuliah, buku-buku ini pasti sudah saya amankan smeua di rumah” ucapku
dalam hati.
Kembali pada pembahasan awal
kita. Salah satu buku yang ada di atas rak perpustakaan desa di sana adalah
buku yang berjudul meraih kebahagiaan, ditulis
oleh Jalaluddin Rahmat.
Beliau dikenal sebagai salah satu tokoh Mazhab Ahlul Bait.
Salah satu point yang sangat saya suka dalam tulisan beliau adalah banyak orang yang sering tidak bisa
membedakan antara musibah dan derita
antara keberuntungan dan bahagia. Musibah dan keberuntungan merupakan realitas
objektif manusia, sedangkan derita dan kebahagiaan merupakan realitas subjektif
manusia.
Beliau ingin menyampaikan
kepada kita semua bahwa tidak semua musibah akan berdampak derita bagi
seseorang dan tidak semua keberuntungan akan berdampak bahagia pada seseorang. Bukan
hanya perangkat indrawi yang mengantar seseorang pada kondisi bahagia ataupun
derita. Ada dimensi lain yang sangat berperan membentuk perasaan seseorang yang
sangat sering dilupakan, yaitu HATI.
Maros, 28 September 2015
Safaruddin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar