Senin, 28 September 2015

BAHAGIA DAN DERITA

Bahagia dan Derita, merupakan dua kata yang memiliki arti yang saling berlawanan. Bahagia merupakan rasa yang menunjukkan kesenangan seseorang dalam kondisi tertentu, sedangkan derita merupakan perasaan yang menunjukkan perasaan tidak senang seseorang pada kondisi tertentu.

Meskipun sudah tidak asing kita dengarkan. Bagi saya, kedua kata ini merupakan sebuah misteri tersendiri yang ada dalam kehidupan manusia ­ mungkin lebih tepat dikatakan warna tersendiri yang menghiasi kehidupan manusia.

Sejak pertama kali manusia diciptakan, rasa bahagia sudah menjadi harapan utama. Saat Adam diciptakan sendirian, dirinya merasakan kesepian dan karena rasa kesepian itu sehingga diciptakanlah manusia kedua, Sitti Hawa.

Sejak diciptakan Sitti Hawa untuk mendampingin Adam, konon Adam selalu merasa bahagia. Sejak itulah diasumsikan perempuan merupakan sumber kebahagiaan bagi laki-laki dan segitupun sebaliknya. Seorang laki-laki merasakan kebahagiaan ketika duduk bersama, makan bersama, tidur bersama dengan perempuan yang dicintainya.

Namun asumsi itu terbantahkan saat Adam hendak memakan buah terlarang dalam Syurga, dia merasakan kebahagiaan saat ingin memakan buah yang sering disebut sebagai buah keabadian tersebut. Di sini timbul asumsi baru, bahwa perempuan hanya salah satu sumber  ­ sebab  kebahagiaan, dan yang lainnya adalah makanan. Seseorang akan merasakan kebahagiaan yang tinggi saat apa saja yang ingin dimakan ada di hadapannya, meskipun itu terlarang.

Seiring berjalannya waktu, ternyata manusia secara umum menyadari bahwa bukan hanya perempuan dan makanan yang membuat seseorang bahagia. Kekuasaan, pujian, ketampanan dan masih banyak lagi alasan-alasan lain seseorang bisa berbahagai.

Namun bagaimana jika seseorang tidak memperoleh semua penyebab kebahagiaan yang saya sebutkan di atas, Apakah derita menjadi bantal guling untuk malamnya, menjadi teman hidup sepanjang usia. Inilah alasan saya katakan bahagia & derita merupakan misteri bagi manusia.

Alkisah ada seorang kakek tua tinggal sendiri di salah satu pulau di seberang sana. Pulau yang tak berpenghuni dan hampir tidak ada pepohonan yang bisa hidup di atasnya. Ketika malam datang, nyamuk jadi teman paling setia baginya, dingin menjelma jadi selimut untuk tubuhnya yang kurus. Ketika siang tiba, panas jadi satu-satunya alasan untuk tetap berada dalam podoknya dan vatamorgana satu-satunya pemandangan indah dalam ilusinya.

Sejak 20 tahun silam, dirinya diasingkan kepulau yang menyeramkanitu, alasannya sederhana. Dirinya menderita penyakit kusta yang berpotensi menular cepat kepada orang lain. Karena alasan itu lah kepala suku memutuskan untuk membuangnya jauh dari kehidupan masyarakat luas.

Lantas apakah kehidupan akan merampas haknya untuk bahagia, kemudian menggantinya dengan derita sepanjang usia yang dimiliki? Tentu tidak, karena kebahagiaan dan penderitaan merupakan sebuah misteri  ­  misteri dalam diri manusia  ­  bahagia dan derita ada dalam diri manusia dan tidak semua musibah bisa membuat derita dalam diri seseorang begitupun sebaliknya, tidak semua keberuntungan membuat seseorang bahagia.

Contoh sederhana ; Seorang suami yang ditinggal mati oleh istrinya. Tidak suami menderita karena ditinggal mati oleh istri. Ada beberapa, bahkan mungkin banyak laki-laki berbahagia (meskipun tetap mengeluarkan air mata buaya)   saat istrinya meninggal karena bisa beristri lagi. Baru-baru ini, tragedi di Mekah yang menelang ratusan korban, tidak semua orang yang mengalami itu merasa menderita. Ada diantara mereka berbahagia karena merasa beruntung menghabiskan masa hidupnya di rumah Tuhan. Ada pula orang yang bergemilang harta tapi toh mereka masih merasa gersan dan kuatir atas kehidupan yang dialami.

Kemarin saat masuk di kantor desa Tukamasea kec. Bantimurung, saya melihat ada perpustakaan yang terisi banyak jenis buku. Ini salah satu program pendidikan yang bagus menurut saya karena semua kantor desa di wilayah kabupaten Maros wajib memiliki perpustakaan desa. Meskipun program ini tidak tepat sasaran, tapi bagi saya ini merupakan giat pemerintah untuk memberantas buta informasi bagi masyarakat akar rumput.

Saya melihat buku-buku di perpustakaan itu tersusun rapi dan masih banyak jumlah dan jenisnya, mungkin karena pengelolaannya yang bagus tapi mungkin juga karena tidak ada warga, khususnya anak muda yang tertarik ke kantor desa pinjam atau baca buku di tempat.

“seandainya di masa saya masih kuliah, buku-buku ini pasti sudah saya amankan smeua di rumah” ucapku dalam hati.

Kembali pada pembahasan awal kita. Salah satu buku yang ada di atas rak perpustakaan desa di sana adalah buku yang berjudul meraih kebahagiaan, ditulis oleh Jalaluddin Rahmat. 

Beliau dikenal sebagai salah satu tokoh Mazhab Ahlul Bait. Salah satu point yang sangat saya suka dalam tulisan beliau adalah banyak orang yang sering tidak bisa membedakan antara musibah dan derita  ­ antara keberuntungan dan bahagia. Musibah dan keberuntungan merupakan realitas objektif manusia, sedangkan derita dan kebahagiaan merupakan realitas subjektif manusia.

Beliau ingin menyampaikan kepada kita semua bahwa tidak semua musibah akan berdampak derita bagi seseorang dan tidak semua keberuntungan akan berdampak bahagia pada seseorang. Bukan hanya perangkat indrawi yang mengantar seseorang pada kondisi bahagia ataupun derita. Ada dimensi lain yang sangat berperan membentuk perasaan seseorang yang sangat sering dilupakan, yaitu HATI.

Maros, 28 September 2015

Safaruddin 


Tidak ada komentar: