Senin, 28 September 2015

TANGGUNG JAWAB SUAMI


Malam itu Bakri duduk di teras rumah sambil menghisap sebatang rokok ditemani secangkir kopi hitam, seperti biasanya dia juga ditemani sebuah buku untuk dibacanya disela menyeduh minuman kopi buatan istri tercinta.  Belum habis satu batang rokok dihisapnya, tiba-tiba datang dua orang laki-laki kepala empat dan menngucapkan salam secara cepat sambil memanggil nama Bakri.

“Assalamu alaikum Bakri”

“Waalaikum Salam”. 

Jawab Bakri sambil cepat-cepat menurunkan kedua kakinya yang diletakkan di atas sopah samping kanannya. “oh kamu Dang, sini naik di rumah” sambutnya sambil membuka pintu rumah panggung yang dihuninya sudah hampir 12 tahun itu. Kedua tamu itu bersalaman dengan Bakri sambil mencari posisi duduk yang baik. Bakri sontak masuk ke ruang tengah rumahnya cari kursi yang bisa diduduki kedua tamunya.

“silahkan duduk pak Adang, kalau aku tidak salah kamu sudah hampir 3 bulan tidak pernah berkunjung ke rumah ini Dang, pasti kamu sibuk”. Bakri membuka perbincangan dengan sedikit menyindir halus pada tamunya yang sebenarnya  adalah teman sejak kecil dengannya.

“iya bang, aku baru ada kesempatan ke sini jalan-jalan. Aku rindu menyeduh kopi buatan kakak ipar aku yang tak kalah nikmatnya, aku juga rindu diberikan pencerahan oleh sahabat sekaligus abang aku Bakri”. Jawab Adang sambil mencoba mengangkat hati dan perasaan Bakri. Namun Bakri sudah bukan tipekal orang yang mudah disanjung seperti itu.
“ah kamu ini bisa saja, lantas siapa yang kamu temani ini Dang?”

“oh iya aku lupa perkenalkan. Dia ini namanya Daming, dari kampung tetangga sebelah Utara, dia termasuk alasan yang membuat aku jauh-jauh kesini hanya untuk mendengar pendapatmu soal masalah yang dialaminya sekarang”. Adang memperkenalkan temannya kepada Bakri sambil mencabut satu batang rokok kepunyaan Bakri yang sudah ada pas di hadapan matanya.

“dari awal aku sudah tahu, karena kamu tidak mungkin ke sini jika tidak ada maksud tertentu Dang, heeeee”. Nampaknya keduanya sudah tahu karakter satu sama lain sehingga apapun yang dikatakan oleh Bakri dan Adang tidak lagi dianggap sebagai sanjungan apalagi menganggapnya sebagai penyudutan.

“ayo Ming, kamu bicara masalah yang sekarang kamu alami”. ucapnya pada temannya. “kamu jangan malu sama orang yang ada di hadapan kamu ini, orang ini mukanya saja yang jelek tapi otak dan kepribadiannya sangat baik”. Ajak Adang pada Daming.

“begini bang, aku punya sedikit masalah dalam keluarga”. Ungkapnya terbata-bata.
“masalah apa bang?, "coba kamu jelaskan pelan-pelan supaya kita bisa sama-sama cari solusinya”.

Dengan wajah yang luguh, pria yang umurnya kira-kira 40 tahun itu bercerita panjang pada Bakri soal masalah yang sekarang menjerat kehidupan rumah tangganya, pendeknya dia mengatakan pada Bakri ;

“sekarang aku ketahuan sering selingkuh di luar oleh istriku dan itu membuat  dia ambil keputusan untuk kembali pada kedua orang tuanya bersama anak-anaku. Tiga hari ditinggal, aku masih bisa tahan, tapi sekarang aku sudah ditinggal keluargaku selama tiga minggu dan aku merasa sangat kehilangan istri dan anak-anaku. Aku bingung bang, harus berbuat apa saat ini”. ungkapnya sambil meneteskan air mata di pipinya.

“oh masalah yang kamu alami ini  lumrah di jaman sekarang bang”. Bakri ingin melanjutkan penjelasannya tapi istrinya tiba-tiba muncul dari ruang tengah, membawa kopi hitam dan kue untuk kedua tamunya.

“silahkan diminum bang kopinya, maaf karena kami hanya bisa menyediahkan ala kadarnya saja”. Ucap istri Bakri sambil tertunduk saat menurunkan kopi hitamnya dari baki yang terbuat dari tanah liat.

“nah kopi ini yang aku rindukan selama ini, ahhhh, sedap . . .”. pekik Adang sambil menyeduh kopi hangat buatan Fatima istri Bakri.

Setelah menyediakan kopi untuk parah tamunya, Fatima minta ijin masuk ke dapur untuk cuci piring yang masih berserakan di dekat gumbang.

“terkait masalah yang dialami oleh saudara Daming, aku kira memang menjadi penyakit social yang saat ini tersebar di seluruh pelosok dunia”. Jelas Bakri melanjutkan pembahasannya yang tertunda.

Menurut Bakri, perselingkuhan saat ini merupakan sesuatu yang tidak tabu’ lagi, mungkin karena pengaruh teknologi yang maha canggi sehingga suami dengan mudahnya mendapat kesempatan dan keinginan untuk selingkuh. Selingkuh itu sendiri ada dua macam. Pertama ; selingkuh jangka panjang, perselingkuhan ini terjadi saat seorang suami bertemu dengan seorang perempuan, atas dasar suka sama suka mereka menjalin hubungan yang dekat dan sering berbuat seperti pasangan suami istri, hubungan seperti ini biasanya berusia panjang. Kedua ; perselingkuhan jangka pendek, perselingkuhan jenis ini terjadi ketika seorang suami merasa kalau istrinya sudah tidak dapat memberikan kepuasan seks saat di rumah, seorang suami akhirnya mencari perempuan bayaran untuk memuaskannya saat berhubungan seks.

Padahal seorang suami punya tanggung jawab besar terhadap istri dan anak-anaknya. Istri yang kita lamar dari kedua orang tuanya dititipkan pada kita untuk dihidupi dan dibahagiakan bersama anak-anak yang kita berikan. Menghidupi dan membahagiakan harus didevinisikan secara luas, bukan sekedar member uang belanja secukupnya tapi juga member kasih sanyang dan membimbingnya menjadi istri soleha, menjadi istri yang beriman dan patuh pada perintah Ilahi. Faktanya sekarang, banyak kaum kita yang menjadikan istrinya hanya sebagai penjaga anak di rumah, sedangkan kaum kita keluar keluyuran mencari kesenangan di tempat-tempat hiburan.

“Aku teringat dengan status social masyarakat kampung tua delapan tahun silam. Orang yang makan warung dianggap sebagai kelompok dengan status social yang tinggi, tapi sekarang ini orang kerjanya minta-minta sekalipun, makannya di warung juga. Seperti itulah sekarang kondisi kebanyakan kaum Adam, makan di luar itu sudah biasa, dan untuk memuaskan syahwat yah, harus makan di warung, dan istri tinggal di rumah jaga anak.”. Jelas Bakri secara cermat dan hati-hati.

“dan untuk kasus bang  Daming”. Lanjutnya. “aku sarankan untuk datang ke rumah mertua mengakui kesalahan, minta maaf dan berjanji pada istri dan anak-anak bapak untuk tidak melakukannya lagi. Berjanjinya bukan hanya di hadapan istri dan anak tapi juga di hadapan Allah SWT.

Maros, 07 Januari 2014


Safaruddin

AKTIVIS DAN MANAJEMEN WAKTU


“kenapa kamu tidak mau bergabung dalam organisasi kemahasiswaan?”. Tanya seorang pimpinan salah satu  organisasi kepemudaan di kabupaten Maros pada suatu hari. “saya tidak mau masuk karena kebanyakan teman-teman saya yang aktif di lembaga eksternal kampus, jarang masuk kuliah dan kalaupun masuk, dia hanya duduk paling belakang dengan wajah yang kusut seperti orang yang semalaman tidak dapat bantal”.

“Belum lagi” lanjutnya.  Kalau dibuka kesempatan untuk berdiskusi, dia asal bunyi dan tidak jarang bernada kasar pada dosen  saat mengeluarkan pendapat. Bahkan menurut teman-teman, sebagian besar mahasiswa yang aktif dalam organisasi luar kampus terlambat dalam penyelesaian kuliahnya”. Jawab mahasiswa yang kuliah di salah satu perguruan tinggi di Kabupaten Maros dengan nada menjelaskan.

Cuplikan di atas memberikan gambaran sederhana tentang citra seorang aktivis kampus di mata sebagian mahasiswa dan masyarakat umum. Bahwa seorang aktivis kerjanya begadang pada malam hari sampai jam satu bahkan sampai jam tiga subuh, kerjanya kadang-kadang membaca, berdiskusi tentang wacana local, nasional, internasional namun kadang juga hanya ngumpul minum kopi berteman dengan HP sambil BBM-an sekaligus tertawa terbahak-bahak tentang sesuatu hal yang kurang bermanfaat. Bahwa seorang aktivis kampus banyak menyia-nyiakan kesempatan belajar di ruang formal di dalam kelas saat semester-semester awal (1,2,3,4)

Setelah lelah tertawa dan ngantuk menyergap mata dan fikirannya, sang aktivis kemudian membaringkan badan di atas tikar tanpa bantal dan tidur pulas sampai jam 11 siang. Alhasil, dosen yang jadwal masuknya jam 8 pagi tidak akan menunggu sang aktivis bangun dari tidur lelapnya. Seorang dosen yang juga mengejar jam belajar tidak punya toleran untuk mahasiswa yang malas masuk.

Bahkan tidak sedikit sang aktivis harus merayap menyelesaikan kuliahnya di akhir semester oleh karena sibuk melakukan perbaikan nilai disemester-semester awal. Bahkan dalam penelitian yang dilakukan pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Ilmu Ekonomi Unismuh Makassar periode 2010-2011 untuk wilayah Makassar tahun 2011 lalu, ditemukan data bahwa kebanyakan aktivis kampus di kota Makassar banyak tidak bisa menyelesaikan perkuliahaan secara normal.

Tentu ini sebuah keprihatinan bagi aktivis kampus. Ada kesalahan dalam mengatur waktu saat seorang mahasiswa memilih untuk jadi aktivis dalam dan luar kampus. Karena banyak disibukkan dengan kegiatan organisasi, akhirnya aktivitas akademik tercampakkan dan penyelesaian studi tertunda sampai bertahun-tahun.

Menjadi seorang aktivis tentu merupakan pilihan intelek bagi seorang mahasiswa dan salah satu syarat menjadi pemimpin masa depan adalah bergelut dalam organisasi, baik internal maupun eksternal kampus tapi juga harus diimbangi dengan kemampuan mencapai prestasi akademik yang baik. Salah satu ukuran pencapaian akademik yang baik adalah selesai dengan tepat waktu (delapan semester).

Seorang aktivis kampus yang baik adalah mahasiswa yang total dalam organisasi intra dan ekstra kampus tanpa menyepelekan nilai Indeks Komulatif Prestasi (IPK), sehingga dapat menjadi tokoh dalam kampus, tokoh di daerah sekaligus dapat membanggakan kedua orang tua dengan menghadiahkan toga saat acara seremonial wisudah.

Sepintas pandangan diatas mungkin terkesan terstruktur dan terlalu baku untuk seorang aktivis, tapi ini merupakan pandangan kritis untuk tradisi menyimpang bagi sebagian besar aktivis daerah Sulsel dan menjadi bahan evaluasi untuk adik-adik yang sementara masih tahap semester awal.

Belajar mengatur waktu sebaik-baiknya dalam setiap aktivitas organisasi dan akademik menjadi syarat utama sukses menjadi aktivis tauladan. Belajar memila dan memisahkan atara kegiatan yang pokok dan kegiatan penunjang kesuksesan,  melaksanakan kegiatan yang paling urgen dan menunda kegiatan yang bisa ditunda serta sebisa mungkin menggunakan waktu sebaik mungkin.

Maros, September 2013


Safaruddin





KISRU GENG MOTOR DI KOTA DAENG


Akhir-akhir ini masyarakat kota Makassar telah digegerkan atas tindakan kriminalisasi kelompok kawanan geng motor. Pada awalnya geng motor hanya melakukan belap liar di beberapa titik di kota Makassar tapi terakhir aktivitas itu berubah menjadi lebih brutal dan bengis.

Terakhir Geng motor di Makassar sudah sering melakukan pencurian, menodong, bahkan membunuh siapa saja yang di dapat dijalan sedang lengah. Parahnya mereka yang tergabung dalam geng tersebut kebanyakan anak remaja. Baru-baru ini tanggal 07/02/15 kawanan geng motor nekat menyerang asrama polisi Panaikkang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Terakhir kelompok geng motor melakukan Aksi pada Sabtu (21/2/2015) sore. Pada saat itu, sekawanan geng motor beranggotakan enam orang merampok seorang pengendara motor, Rida Ahmad (15) di Jalan Recing Center.

Masih banyak tindakan criminal yang dilakukan sekelompok orang yang sering disebut “geng motor”. Persoalan social ini tentu merupakan polemik yang harus dicarikan solusi terbaik untuk dilakukan karena stempel “Makassar tidak aman” mulai dihubar-humbarkan, jika itu tersosialisasi ke luar daerah, provinsi dan tersebar ke mancanegara maka investor dari luar akan berpikir seribu kali untuk berinvestasi di Makassar. Pada kondisi genting seperti saat ini kita tidak boleh diam dan saling menyalahkan satu sama lain, juga tidak boleh berpangku tangan atas penyakit social yang sementara menggrogoti kota Daeng.

Keberadaan geng motor sebagai kelompok yang meresahkan dan mengancam keamanan masyarakat secara luas, khususnya daerah kota Makassar tidak boleh hanya dipandang sebelah mata. Pemandangan kurang sedap itu harus dijadikan sebagai alas pikir untuk mengevaluasi diri, masyarakat, Negara dan agama. Geng motor tidaklah muncul serta merta melainkan dilatar belakangi dengan hal-hal yang sifatnya sangat penting.
Kehadiran kawanan ini cukup mencuri perhatian masyarakat luas di beberapa daerah dan hampir semua elemen masyarakat menghujat mereka yang berkumpul menjadi geng motor, alasannya sederhana yaitu mereka memeberi rasa tidak aman terhadapa masyarakat.

Saya mencoba untuk memandang mereka bukan sebagai kelompok “griliyator kota” yang berdiri sendiri dan memang segala sesuatunya tidak berdiri sendiri tanpa dipengaruhi atau diatarbelakangi sesuatu yang lain. Saya mencoba untuk menilai mereka sebagai perkumpulan pemuda yang melarikan diri dari kenyataan hidup yang normal di tengah-tengah masyarakat.

Geng yang nota benenya banyak tergabung kelompok generasi muda ini merupakan tamparan keras bagi orang tua dan pemerintah republic Indonesia khususnya pemerintahan kota Makassar (eksekutif, legislative dan yudikatif). Ada banyak hal yang harus  dibenahi dalam negeri ini baik yang sifatnya mikro maupun makro, yang sifatnya pribadi maupun public sehingga kehidupan social bisa tertata aman.

Beberapa hal yang bisa menjadi latar belakang seseorang tergabung dalam geng motor yang kemudian sangat meresahkan masyarakat ;

Pertama : kurangnya perhatian orang tua. Organisasi edukasi paling kecil dalam kehidupan  ini adalah keluarga dan yang paling berperang penting menjadi guru besar dalam keluarga adalah ayah dan ibu. Jika kedua orang tua hanya disibukkan dengan urusan di luar rumah tanpa memberi perhatian yang baik pada anak-anak maka ereka akan merasa dicampakkan. Ketika mereka merasa dicampakkan maka perlahan akan mencari tempat untuk menenangkan diri dan celakanya ketika mereka bertemu dengan kelompok yang suka beronani dengan alam bawa sadarnya, konsumsi obat-obatan, minum minuman keras sampai pada aktivitas “hisap lem” dilakukan agar dapat menenangkan diri. Orang tua tidak boleh menganggap kalau tanggung jawabnya hanya sekedar menyediakan pasilitas dan mengumpulkan harta untuk anak-anaknya melainkan juga bertanggung jawab dalam membentuk karakter dan pribadi anak

Kedua : Sistem pendidikan Indonesia yang tidak berorentasi untuk menanamkan nilai-nilai agama dan budaya. Sejak dulu sampai sekarang “kritik pendidikan” selalu dilayangkan kelompok-kelompok intelek dalam menilai system pendidikan Indonesia, namun hal itu selamanya hanya berstatus kritikan dan tidak akan beranjak menjadi refrensi bagi pemerintah untuk memperbaiki tatanan pendidikan kita. Dari tingkat Sekolah Dasar sampai perguruan tinggi, kita hanya lebih banyak ditanamkan nilai-nilai secularism dan capitalism ke kepala. Kita dituntut untuk mengasah otak matematik agar dapat bersaing dan hidup sejahtera di masa tua bukan membenah hati dan pikiran agar bisa hidup damai dan bahagia.

Ketiga : Kesejahteraan dan kemakmuran yang tidak merata. Setiap tahun Pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat cukup signifikan, data Badan Pusat Statistik menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan ke-III tahun 2014 sebesar 2,96%. Sedangkan untuk wilayah Makassar pertumbuhan ekonomi di atas 9 persen menjadi perbincangan tersediri bagi ekonom internasional. Terlebih 2015 nanti, bangsa Indonesia menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), Makassar dianggap paling siap menyambut pasar bebas di Asia Tenggara. Rata-rata pertumbuhan ekonomi Kota Makassar di atas 9% dalam lima tahun terakhir mengalahkan raksasa ekonomi Tiongkok. Pada 2008 lalu, pertumbuhan ekonomi Kota Makassar mencapai angka 10,83%. Sedangkan ekonomi Tiongkok belakangan ini cenderung melemah berkisar 7%-7,5% (berita Makassar – 15/10/2014).

Namun hal tersebut tidak merata sampai ke lorong-lorong kota. Pertumbuhan ekonomi yang besar itu dipersembahkan oleh investor-investor besar bukan oleh kelompok usaha mikro, bukan dipersembahkan oleh pedagang kaki lima. Pemerintah kota bahkan sering menggusur pedagang kaki lima tanpa memberi solusi berupa tempat strategis untuk melanjutkan usaha kecilnya, sebaliknya pemerintah kota memfasilitasi investor besar seperti mini market dan super market untuk menjalar sampai ke lorong-lorong. Maka pemberontakan menjadi konsekwensi logis yang akan terjadi di kota Makassar dengan tekanan ekonomi yang begitu besarnya

Keempat : Benturan politik yang selalu berorentasi untuk memainkan emosi public. Akhir-akhir ini media selalu menampilkan kondisi politik bangsa yang rusuh, gambaran-gambaran yang memperlihatkan ketidak dewasaan demokrasi Indonesia. Calon Kapolri tunggal dinyatakan tersangka kemudian disusul wakil ketua  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinyatakan sebagai tersangka oleh Bareskrim dalam sebuah kasus, terakhir, ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad dinyatakan tersangka dalam kasus pemalsuan dokumen oleh Kapolda Sulselbar.

Kedua lembaga penegak hukum Negara di atas saling menyerang satu sama lain. Saat bersamaan kelompok geng motor yang sebelumnya hanya melakukan aktivitas balap liar di Makassar kini bermetamorfosis menjadi kawanan pencuri, perampok, penodong dan bahkan pembunuh. Jika pihak kepolisian mau serius memberantas mereka saya pikir bukan hal sulit, dengan jumlah personil kepolisian di Makassar yang tidak sedikit, bukan tidak mungkin diarahkan sebagian besar untuk pengamanan secara konsisten.

Namun hal tersebut terkesan tidak dilakukan secara serius, pihak-pihak terkait seolah membiarkan kisru social di kota daeng akhir-akhir ini tetap terjadi dan memainkan emosi public.

Maros, 23 Februari 2015

Safaruddin



BAHAGIA DAN DERITA

Bahagia dan Derita, merupakan dua kata yang memiliki arti yang saling berlawanan. Bahagia merupakan rasa yang menunjukkan kesenangan seseorang dalam kondisi tertentu, sedangkan derita merupakan perasaan yang menunjukkan perasaan tidak senang seseorang pada kondisi tertentu.

Meskipun sudah tidak asing kita dengarkan. Bagi saya, kedua kata ini merupakan sebuah misteri tersendiri yang ada dalam kehidupan manusia ­ mungkin lebih tepat dikatakan warna tersendiri yang menghiasi kehidupan manusia.

Sejak pertama kali manusia diciptakan, rasa bahagia sudah menjadi harapan utama. Saat Adam diciptakan sendirian, dirinya merasakan kesepian dan karena rasa kesepian itu sehingga diciptakanlah manusia kedua, Sitti Hawa.

Sejak diciptakan Sitti Hawa untuk mendampingin Adam, konon Adam selalu merasa bahagia. Sejak itulah diasumsikan perempuan merupakan sumber kebahagiaan bagi laki-laki dan segitupun sebaliknya. Seorang laki-laki merasakan kebahagiaan ketika duduk bersama, makan bersama, tidur bersama dengan perempuan yang dicintainya.

Namun asumsi itu terbantahkan saat Adam hendak memakan buah terlarang dalam Syurga, dia merasakan kebahagiaan saat ingin memakan buah yang sering disebut sebagai buah keabadian tersebut. Di sini timbul asumsi baru, bahwa perempuan hanya salah satu sumber  ­ sebab  kebahagiaan, dan yang lainnya adalah makanan. Seseorang akan merasakan kebahagiaan yang tinggi saat apa saja yang ingin dimakan ada di hadapannya, meskipun itu terlarang.

Seiring berjalannya waktu, ternyata manusia secara umum menyadari bahwa bukan hanya perempuan dan makanan yang membuat seseorang bahagia. Kekuasaan, pujian, ketampanan dan masih banyak lagi alasan-alasan lain seseorang bisa berbahagai.

Namun bagaimana jika seseorang tidak memperoleh semua penyebab kebahagiaan yang saya sebutkan di atas, Apakah derita menjadi bantal guling untuk malamnya, menjadi teman hidup sepanjang usia. Inilah alasan saya katakan bahagia & derita merupakan misteri bagi manusia.

Alkisah ada seorang kakek tua tinggal sendiri di salah satu pulau di seberang sana. Pulau yang tak berpenghuni dan hampir tidak ada pepohonan yang bisa hidup di atasnya. Ketika malam datang, nyamuk jadi teman paling setia baginya, dingin menjelma jadi selimut untuk tubuhnya yang kurus. Ketika siang tiba, panas jadi satu-satunya alasan untuk tetap berada dalam podoknya dan vatamorgana satu-satunya pemandangan indah dalam ilusinya.

Sejak 20 tahun silam, dirinya diasingkan kepulau yang menyeramkanitu, alasannya sederhana. Dirinya menderita penyakit kusta yang berpotensi menular cepat kepada orang lain. Karena alasan itu lah kepala suku memutuskan untuk membuangnya jauh dari kehidupan masyarakat luas.

Lantas apakah kehidupan akan merampas haknya untuk bahagia, kemudian menggantinya dengan derita sepanjang usia yang dimiliki? Tentu tidak, karena kebahagiaan dan penderitaan merupakan sebuah misteri  ­  misteri dalam diri manusia  ­  bahagia dan derita ada dalam diri manusia dan tidak semua musibah bisa membuat derita dalam diri seseorang begitupun sebaliknya, tidak semua keberuntungan membuat seseorang bahagia.

Contoh sederhana ; Seorang suami yang ditinggal mati oleh istrinya. Tidak suami menderita karena ditinggal mati oleh istri. Ada beberapa, bahkan mungkin banyak laki-laki berbahagia (meskipun tetap mengeluarkan air mata buaya)   saat istrinya meninggal karena bisa beristri lagi. Baru-baru ini, tragedi di Mekah yang menelang ratusan korban, tidak semua orang yang mengalami itu merasa menderita. Ada diantara mereka berbahagia karena merasa beruntung menghabiskan masa hidupnya di rumah Tuhan. Ada pula orang yang bergemilang harta tapi toh mereka masih merasa gersan dan kuatir atas kehidupan yang dialami.

Kemarin saat masuk di kantor desa Tukamasea kec. Bantimurung, saya melihat ada perpustakaan yang terisi banyak jenis buku. Ini salah satu program pendidikan yang bagus menurut saya karena semua kantor desa di wilayah kabupaten Maros wajib memiliki perpustakaan desa. Meskipun program ini tidak tepat sasaran, tapi bagi saya ini merupakan giat pemerintah untuk memberantas buta informasi bagi masyarakat akar rumput.

Saya melihat buku-buku di perpustakaan itu tersusun rapi dan masih banyak jumlah dan jenisnya, mungkin karena pengelolaannya yang bagus tapi mungkin juga karena tidak ada warga, khususnya anak muda yang tertarik ke kantor desa pinjam atau baca buku di tempat.

“seandainya di masa saya masih kuliah, buku-buku ini pasti sudah saya amankan smeua di rumah” ucapku dalam hati.

Kembali pada pembahasan awal kita. Salah satu buku yang ada di atas rak perpustakaan desa di sana adalah buku yang berjudul meraih kebahagiaan, ditulis oleh Jalaluddin Rahmat. 

Beliau dikenal sebagai salah satu tokoh Mazhab Ahlul Bait. Salah satu point yang sangat saya suka dalam tulisan beliau adalah banyak orang yang sering tidak bisa membedakan antara musibah dan derita  ­ antara keberuntungan dan bahagia. Musibah dan keberuntungan merupakan realitas objektif manusia, sedangkan derita dan kebahagiaan merupakan realitas subjektif manusia.

Beliau ingin menyampaikan kepada kita semua bahwa tidak semua musibah akan berdampak derita bagi seseorang dan tidak semua keberuntungan akan berdampak bahagia pada seseorang. Bukan hanya perangkat indrawi yang mengantar seseorang pada kondisi bahagia ataupun derita. Ada dimensi lain yang sangat berperan membentuk perasaan seseorang yang sangat sering dilupakan, yaitu HATI.

Maros, 28 September 2015

Safaruddin 


Rabu, 23 September 2015

BUBARKAN NU DAN MUHAMMADIYAH, DEMI PERSAMAAN




Beberapa bulan yang lalu, penulis berbincang bersama salah satu karyawan swasta di Maros tentang perbedaan-perbedaan yang terjadi di kalangan umat Islam. Perbincangan itu kami buka dengan membahas muktamar dua organisasi Islam besar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.

 Diskusi ringan itu berjalan santai tapi mengerucut pada peran penting kedua organisasi yang dibentuk jauh sebelum Indonesia diproklamasikan.

“Perbedaan di Indonesia tidak akan pernah ada habisnya selama masih ada organisasi-organisasi seperti NU & Muhammadiyah.” 

Katanya keceplos sambil tersenyum dan sekali-kali melirik ke computer. Penulis tahu, pasti lawan bicaranya ini membuka link terkait organisasi besar itu.
Karena penulis merasa kalau orang yang diajak bicara itu tidak memiliki wawasan keislaman dan kebangsaan yang cukup untuk berdiskusi tentang peran dan pengaruh organisasi-organisasi Islam, terutama NU & Muhammadiyah dalam membangun bangsa, penulis hanya tersenyum dan pamit untuk kembali ke ruang kerja.

Dua bulan kemudian penulis berdiskusi ringan bersama dua rekan kerja sekantor saat masuk waktu istirahat. Sudah menjadi budaya tersendiri dalam ruangan itu, berdiskusi banyak hal, tentang semua aspek kehidupan.

Kali ini, diskusinya menyinggung tentang penetapan hari Idul Adha yang kerap berbeda antara pemerintah dengan salah satu organisasi Islam. Berbeda dengan NU  yang  selalu sama dalam penetapan hari besar Islam seperti puasa dan lebaran, Muhammadiyah justru selalu berbeda dalam penentuan hari besar. 

“Perbedaan-perbedaan seperti itu sebenarnya tidak perlu ada, cukup pemerintah yang menentukan dan Muhammadiyah harus ikut pada penetapan pemerintah. Kalau perlu tidak usah ada NU dan Muhammadiyah, cukup pemerintah yang menentukan seperti Negara Islam lain.” 

Katanya panjang lebar, sambil menatap penulis. Entah berharap penulis menanggapi atau  memberikan penekanan pada penulis yang nota bene-nya salah satu patik salah satu organisasi Islam tersebut.

Opini dalam pikiran penulis sudah mengendap-endap ingin terhambur keluar melalu bahasa retorik yang dimiliki, tapi semakin mengendap, penulis semakin menahan diri. Baginya, diskusi seperti itu sudah usam dan sudah sering menjadi tema dalam diskusi kecil di ruangan sempit itu, pada akhirnya kita akan menerima setiap perbedaan yang ada dalam tubuh Islam bahkan kesimpulan setiap diskusi itu selalu menjadi terjemahan toleransi yang sudah sejak dulu diajarkan kanjeng nabi.

Dua pendapat yang dikeluarkan oleh rekan kerja penulis membuat penulis bertanya-tanya dalam hati tentang eksistensi kedua organisasi yang berusia lebih setengah abad itu. Semakin mencoba membenarkan perkataan mereka semakin dia tidak menemukan alasan yang tepat untuk membenarkannya. Justru dirinya hanya menemukan peran-peran penting NU dan Muhammadiyah dalam membangun bangsa dan menjaga Islam.

Tapi penulis mengucapkan terimakasih di dalam hati, berkat perkataan itu, dirinya kembali membuka lembaran-lembaran sejarah tentang peran aktif kedua organisasi itu. Lalu dia kembali ke meja kerja, hari ini merupakan hari yang santai, data penggajian untuk periode bulan 09 2015 sudah dia stor ke bendahara perusahaan dan waktu luang itu dia gunakan untuk menulis dalam rangka “membantah” perkataan rekan kerjanya yang kekanak-kanakan itu.

PERBEDAAN
Kemanapun seseorang melangkahkan kakinya, di sanalah ia akan menemukan perbedaan. Sebab awal kehidupan manusia di bumi ini pun berasal dari perbedaan antara Iblis dan Manusia. Itu secara makro. Secara mikro, perbedaan antara laki-laki dan perempuan merupakan syarat keberlanjutan hidup manusia di muka bumi ini.

Perbedaan yang terjadi dalam kehidupan ini sudah menjadi sunnatullah atau secara ilmia disebut hukum alam, bahkan perbedaan merupakan sebab utama terjalinnya kehidupan social antara manusia. Bisa dibayangkan, bagaimana kiranya jika semua manusia memiliki cara pandang yang sama, memiliki rasa yang sama, memiliki keutamaan yang sama   – betapa kelabunya kehidupan ini, bahkan mungkin kita enggan menjalaninya.

Perbedaan dalam kehidupan social akan membentuk strata social yang membuat kehidupan berjalan seimbang. Ada yang kaya dan ada yang miskin, ada penguasa dan ada rakyat biasa, ada penjual dan ada pembeli, ada tukan jahit dan ada tukan kayu, ada petani dan ada penambak dll. Bisa dibayangkan betapa kehidupan ini akan kusuk jika semua umat manusia kaya raya misalnya, siapa yang mau bekerja dan mempekerjakan. Bayangkan kalau semua orang pintar, siapa yang berguru dan siapa gurunya.

Ini dalam konteks kehidupan social, bagaimana dengan kehidupan beragama?. Tuhan bisa saja menurunkan satu agama, yaitu ISLAM. Tuhan punya kuasa untuk itu, apa yang susah bagi Yang Maha Kuasa, semuanya bisa. Tapi tuhan tidak melakukannya, kenapa?. Sebab Ia tahu, kalau perbedaan agama merupakan rahmat dan juga menjadi syarat kehidupan berbangsa-bangsa di dunia ini. Nah, kalau ada kelompok mengatas namakan ISLAM dan menyerang umat Non-ISLAM yang tidak mengganggu, berarti mereka masih amatir dalam memaknai ISLAM    bahkan amatir menjalani kehidupan ini.

Kemudian dalam tubuh ISLAM sendiri terdapat perbedaan sana sini, itu sah-sah saja. Bagaimana mungkin kita semua bisa sama sedangkan kanjeng Nabi sudah tidak ada bersama    di zaman nabi juga belum ada teknologi yang bisa merekam setiap perkataan dan perilaku nabi apalagi mendokumentasikan semua pengertian-pengertian nabi tentang ayat Alquran. Sebagai umat yang hidup jauh setelah beliau wafat, kita hanya punya satu jalan untuk mengikutinya yaitu, mengikuti ajaran para sahabat dan ulama-ulama yang terpercaya.

Para sahabat dan Ulama adalah manusia biasa. Bukan Nabi. Sebagai manusia biasa tentu perbedaan pemahaman tentang ajaran yang diwariskan Nabi juga berbeda, sehingga perbedaan itu akan mengantar kita pada peraktek ibadah yang berbeda pula.

PERBEDAAN MUHAMMADIYAH DAN NU
Penulis sengaja menulis Muhammadiyah lebih dulu dalam sub pembahasan ini karena organisasi Islam ini lebih dahulu terbentuk daripada NU. Pertama-tama kita harus tahu kenapa Muhammadiyah dan NU lahir di atas pundak ibu pertiwi ini

Muhammadiyah didirikan oleh seorang putra pribumi bernama Darwis atau dikenal dengan nama KH. Ahmad Dahlan, beliau belajar di negeri padang pasir selama bertahun-tahun. Setelah memperoleh pengetahuan agama yang dalam, beliau kembali ke Nusantara (belum dikenal nama Indonesia saat itu, dan sampai ke tanah kelahirannya, beliau mengajarkan ketahuidan yang yang bersih dari kesyirikan. Tahun 1912 beliau membentuk organisasi Muhammadiyah sebagai organisasi pendidikan yang menggabungkan nilai kepesantrenan dengan pendidikan Barat yang kala itu sudah masuk ke Nusantara.

NU sendiri dibentuk pada tahun 1926, meskipun pembentukannya beda belasan tahun setelah Muhammadiyah, budaya organisasi yang dibentuk oleh KH.Hasyim Asyari ini sudah ada jauh sebelum Muhammadiyah dibentuk. Beliau merupakan pribumi yang memiliki ilmu agama yang dalam dan punya karismatik yang membuat beliau sangat disegani di semua kalangan.

Kita semua bisa melihat letak perbedaan antara NU dan Muhammadiyah, perbedaan keduanya bukan pada rana Aqidah, misalnya NU mengakui keesaan Allah Muhammadiyah juga demikian, NU mengakui Muhammad adalah nabi terakhir Muhammadiyah pun begitu, NU solat Muhammadiyah juga solat, NU Tarweh Muhammadiyah juga Tarweh, lantas apa lagi yang mau dipersoalkan. Perbedaan hanya pada wilayah syari’ misalnya NU Qunut dan Muhammadiyah tidak, NU melaksanakan solat Tarweh 20 Rakaat dan Muhammadiyah hanya 8 rakaat, NU membudayakan pake sarung saat solat dan Muhammadiyah tidak.

Terakhir, perbedaan dalam menetapkan pelaksanaan hari besar dan mulia seperti bulan Ramadhan dan Idul Fitri/Adha. Perbedaan keduanya wajar-wajar saja, bagaimana tidak, alat yang digunakan keduanya juga berbeda. NU menggunakan metode Rukya dan Muhammadiyah menggunakan metode Hisab, kedua alat itu sama-sama benar. Alatnya berbeda, hasilnya juga tentu berpotensi besar untuk berbeda.

Perbedaan itu memang harus ada, sebab perbedaan antara keduanya akan mendorong jamaah masing-masing untuk banyak belajar tentang ilmu agama dan yang terpenting belajar dalam menjalani kehidupan secara bijak dan dewasa. 

PERAN PENTING MUHAMMADIYAH DAN NU
Sampai saat ini belum ada satu tokoh pun yang berani membantah keterlibatan Muhammadiyah dalam membangun bangsa ini. Jauh sebelum Indonesia lahir, keduanya sudah berkontribusi banyak kepada Nusantara ini. Sejak tahun 1912, Muhammadiyah sudah berkomitmen untuk memberikan pencerahan pada masyarakat pribumi baik di sisih agama maupun pendidikan. Bahkan bisa jadi, tanpa Muhammadiyah, pendidikan Barat tidak akan bisa berbaur dengan budaya kepesantrenan di Nusantara. Lebih ekstrim jika mau jujur, bukan Kihajar Dewantara yang berhak memperoleh predikat sebagai bapak pendidikan melainkan KH. Ahmad Dahlan.

Dalam perjalannya yang panjang, Muhammadiyah mencetak tokoh agama, tokoh pendidikan dan tokoh politik yang tidak sedikit. Ada Amin Rais, Din Syamsuddin dan masih banyak lagi. Selanjutnya tokoh-tokoh yang lahir dari rahim Muhammadiyah tersebut banyak berkontribusi dalam mempertahankan berdirinya NKRI ini.

Begitupun dengan NU, organisasi Islam terbesar di Indonesia ini ikut andil dalam menyusun PANCASILA yang menjadi rujukan hukum di Indonesia, NU melahirkan pahlawan seperti KH. Wahab Hasbiullah, KH. Wahid Hasyim, KH. Abdul Rahman Wahid dan masih banyak lagi. bagi organisasi yang pernah dipimpin oleh mantan presiden Indonesia ini, budaya lokal yang baik-baik, harga mati untuk dipertahankan dan Islam merupakan rahmat bagi seluruh alam semesta. Tentu kita tidak bisa melawang ingatan saat NU pasang badan untuk melawan kedatangan kembali sekutu ke Indonesia 10 November 1945, seandainya bukan semangat Jihad Fisabilillah yang diprakarsai oleh NU, dapat dipastikan Indonesia tinggal kepingan-kepingan sejarah.

Sampai saat ini, kedua lembaga Islam ini masih terus berkontribusi dalam membangun bangsa. Hampir di semua daerah terdapat lembaga pendidikan Muhammadiyah, mulai tingkat SD, SMP, sampai SMA, bahkan perguruan tinggi Muhammadiyah sudah tersebar di seluruh Indonesia. Begitupun dengan NU, di semua daerah NU memiliki lembaga pendidikan yang banyak melahirkan pemuda (i) yang kenyang dengan ilmu agama. Itu baru lembaga pendidikan, belum lagi lembaga-lembaga lain dari kedua organisasi itu yang hadir dalam rangka berkontribusi untuk bangsa dan agama.   

Lalu bagaimana kita dengan percaya diri berkata bubarkan saja NU dan Muhammadiyah untuk menghilangkan perbedaan. Tidak boleh tidak, jika NKRI ini tidak ingin menjadi kepingan sejarah dan ISLAM sebagai landasan berfikir bagi masyarakatnya, NU dan MUhammadiyah harus tetap ada dan berkontribusi pada bangsa dan Negara.

Maros, 23 09 2015

SAFARUDDIN

Selasa, 22 September 2015

LANTUNAN KESYUKURAN




Kita terlahir dalam keadaan suci ­ atau lebih tepat dikatakan kosong. Kita kosong dari segalahnya. Dari dosa dan dari amal kebaikan. 

Kita kosong dari segalah upaya, kita membawa mata tapi tak memiliki penglihatan, memperoleh telinga namun tak kuasa mendengar, punya lidah tapi tak sanggup berucap, punya tangan namun tak bisa menyuapi diri, bahkan kaki yang dimiliki tak kuasa kita gunakan untuk berjalan.

Lalu perlahan tuhan ­melalui alam semesta, mengajarkan kita menggunakan fungsi mata untuk melihat, awalnya hanya secerca cahaya, kemudian bayangan kabur mulai Nampak, lalu gambaran utuh tentang kehidupan terhampar di depan mata. Tuhan mengajari kita untuk melihat.

Perlahan tuhan ­­ melalui alam semesta, mengajarkan mahluk paling disayanginya untuk mengenal suara, awalnya hanya bunyi-bunyian yang tak bisa kita kenal bernadakan apa. Lalu suara itu terdengar jelas di telinga, setiap jenis suara bisa kita devinisikan dengan jelas. Tuhan mengajari kita untuk mendengar.

Perlahan tuhan ­ melalui alam semesta, mengajarkan ciptaan paling manjanya untuk mengenal kata. Awalnya kita hanya bisa menyebut mama & papa, lalu perlahan kita menguasai banyak kosa kata kemudian alam mengajari kita untuk menyusun kosa kata menjadi kalimat yang fasih kita ucapkan sehari-hari. Tuhan mengajari kita untuk berbicara.

Perlahan tuhan ­ melalui alam semesta, mengajarkan hambanya yang menjadi penyebab Iblis diusir dari Syurga ini untuk menyuapi diri sendiri. Awalnya, tangan hanya dibiarkan terbuka dan mengepal lalu perlahan, kita belajar memasukkan makanan ke dalam mulut sendiri ­ bahkan untuk megajarkan makan kepada kita, tuhan mengijinkan kita memasukkan apa saja ke dalam mulut. Tuhan mengajarkan kita untuk menyuapi diri sendiri.

Perlahan tuhan ­ melalui alam semesta, mengajarkan umat yang paling berpotensi membangun dan merusak alam ini untuk menggunakan kaki kita berjalan. Awalnya kita hanya merangkak, lalu belajar berdiri, lalu terjatuh, lalu berdiri lagi, lalu terjatuh lagi ­ kita sering tertawa saat jatuh bahkan jatuh menjadi bagian paling indah dalam masa kecil kita. Akhirnya kita bisa melangkah, berjalan, dan berlari sejauh-jauhnya ­ sejadi-jadinya. Tuhan mengajarkan kita untuk berjalan dan berlari.

Lalu saat kita tumbuh besar dengan kemampuan melihat, mendengar, berbicara, makan dan berjalan yang baik, kita melupakan segalah nikmat yang diberikan. Kita memberontak pada aturan agama dan adat yang ada. 

Agama dan adat mengajarkan kita untuk melihat yang baik-baik, kemudian pada kenyataannya segalah yang kurang baik ­ bahkan yang buruk menjadi tontonan paling asyik untuk kita nikmati. Lalu kesyukuran apa yang bisa kita banggakan di hadapan-Nya kelak.

Agama dan adat mengajarkan kita untuk mendengar yang baik/benar/indah, kemudian dalam kehidupan sehari - hari, kita banyak menyempatkan diri untuk mendengar sesuatu yang jelek ­ kita sangat gemar mendengar cerita jelek tentang saudara kita. Lalu kesyukuran apa yang bisa kita banggakan di hadapan-Nya kelak.

Agama dan adat mengajarkan kita untuk berkata baik kepada semua orang, kemudian pada kenyataannya kita sering “memakan daging saudara kita sendiri” – kita gemar menceritakan kejelekan orang lain tanpa ada sedikitpun penyesalan. Lalu kesyukuran apa yang bisa kita banggakan di hadapan-Nya kelak.  

Agama dan adat mengajarkan kita untuk makan menggunakan tangan sendiri dan makan yang baik-baik. Sebaliknya, sangat banyak saudara kita yang gemar makan dari tangan orang lain. Bahkan kita gemar merampas “makanan” yang bukan hak kita, pencurian dan korupsi terjadi di mana-mana  – parahnya, kita anggap itu biasa-biasa saja. Lalu kesyukuran apa yang bisa kita banggakan di hadapan-Nya kelak.

Agama dan adat mengajarkan kita untuk berjalan dan melangkahkan kaki ke tempat yang baik-baik. Kemudian dengan sadar kita mengendarai kaki menuju tempat kemaksiatan – celakanya, penyesalan tak kunjung hadir dalam hati kita. Lalu kesyukuran apa yang bisa kita banggakan di hadapan-Nya kelak. 

Maros, 23 09 2015

SAFARUDDIN