Malam itu Bakri duduk di
teras rumah sambil menghisap sebatang rokok ditemani secangkir kopi hitam,
seperti biasanya dia juga ditemani sebuah buku untuk dibacanya disela menyeduh
minuman kopi buatan istri tercinta. Belum
habis satu batang rokok dihisapnya, tiba-tiba datang dua orang laki-laki kepala
empat dan menngucapkan salam secara cepat sambil memanggil nama Bakri.
“Assalamu alaikum Bakri”
“Waalaikum Salam”.
Jawab
Bakri sambil cepat-cepat menurunkan kedua kakinya yang diletakkan di atas sopah
samping kanannya. “oh kamu Dang, sini naik di rumah” sambutnya sambil membuka
pintu rumah panggung yang dihuninya sudah hampir 12 tahun itu. Kedua tamu itu
bersalaman dengan Bakri sambil mencari posisi duduk yang baik. Bakri sontak
masuk ke ruang tengah rumahnya cari kursi yang bisa diduduki kedua tamunya.
“silahkan duduk pak Adang,
kalau aku tidak salah kamu sudah hampir 3 bulan tidak pernah berkunjung ke
rumah ini Dang, pasti kamu sibuk”. Bakri membuka perbincangan dengan sedikit menyindir
halus pada tamunya yang sebenarnya
adalah teman sejak kecil dengannya.
“iya bang, aku baru ada
kesempatan ke sini jalan-jalan. Aku rindu menyeduh kopi buatan kakak ipar aku
yang tak kalah nikmatnya, aku juga rindu diberikan pencerahan oleh sahabat
sekaligus abang aku Bakri”. Jawab Adang sambil mencoba mengangkat hati dan
perasaan Bakri. Namun Bakri sudah bukan tipekal orang yang mudah disanjung
seperti itu.
“ah kamu ini bisa saja,
lantas siapa yang kamu temani ini Dang?”
“oh iya aku lupa perkenalkan.
Dia ini namanya Daming, dari kampung tetangga sebelah Utara, dia termasuk
alasan yang membuat aku jauh-jauh kesini hanya untuk mendengar pendapatmu soal
masalah yang dialaminya sekarang”. Adang memperkenalkan temannya kepada Bakri
sambil mencabut satu batang rokok kepunyaan Bakri yang sudah ada pas di hadapan
matanya.
“dari awal aku sudah tahu,
karena kamu tidak mungkin ke sini jika tidak ada maksud tertentu Dang, heeeee”.
Nampaknya keduanya sudah tahu karakter satu sama lain sehingga apapun yang
dikatakan oleh Bakri dan Adang tidak lagi dianggap sebagai sanjungan apalagi
menganggapnya sebagai penyudutan.
“ayo Ming, kamu bicara
masalah yang sekarang kamu alami”. ucapnya pada temannya. “kamu jangan malu
sama orang yang ada di hadapan kamu ini, orang ini mukanya saja yang jelek tapi
otak dan kepribadiannya sangat baik”. Ajak Adang pada Daming.
“begini bang, aku punya
sedikit masalah dalam keluarga”. Ungkapnya terbata-bata.
“masalah apa bang?, "coba
kamu jelaskan pelan-pelan supaya kita bisa sama-sama cari solusinya”.
Dengan wajah yang luguh,
pria yang umurnya kira-kira 40 tahun itu bercerita panjang pada Bakri soal
masalah yang sekarang menjerat kehidupan rumah tangganya, pendeknya dia
mengatakan pada Bakri ;
“sekarang aku ketahuan
sering selingkuh di luar oleh istriku dan itu membuat dia ambil keputusan untuk kembali pada kedua
orang tuanya bersama anak-anaku. Tiga hari ditinggal, aku masih bisa tahan,
tapi sekarang aku sudah ditinggal keluargaku selama tiga minggu dan aku merasa
sangat kehilangan istri dan anak-anaku. Aku bingung bang, harus berbuat apa
saat ini”. ungkapnya sambil meneteskan air mata di pipinya.
“oh masalah yang kamu alami
ini lumrah di jaman sekarang bang”.
Bakri ingin melanjutkan penjelasannya tapi istrinya tiba-tiba muncul dari ruang
tengah, membawa kopi hitam dan kue untuk kedua tamunya.
“silahkan diminum bang
kopinya, maaf karena kami hanya bisa menyediahkan ala kadarnya saja”. Ucap istri
Bakri sambil tertunduk saat menurunkan kopi hitamnya dari baki yang terbuat
dari tanah liat.
“nah kopi ini yang aku
rindukan selama ini, ahhhh, sedap . . .”.
pekik Adang sambil menyeduh kopi hangat buatan Fatima istri Bakri.
Setelah menyediakan kopi
untuk parah tamunya, Fatima minta ijin masuk ke dapur untuk cuci piring yang
masih berserakan di dekat gumbang.
“terkait masalah yang
dialami oleh saudara Daming, aku kira memang menjadi penyakit social yang saat
ini tersebar di seluruh pelosok dunia”. Jelas Bakri melanjutkan pembahasannya
yang tertunda.
Menurut Bakri,
perselingkuhan saat ini merupakan sesuatu yang tidak tabu’ lagi, mungkin karena
pengaruh teknologi yang maha canggi sehingga suami dengan mudahnya mendapat
kesempatan dan keinginan untuk selingkuh. Selingkuh itu sendiri ada dua macam.
Pertama ; selingkuh jangka panjang, perselingkuhan ini terjadi saat seorang
suami bertemu dengan seorang perempuan, atas dasar suka sama suka mereka
menjalin hubungan yang dekat dan sering berbuat seperti pasangan suami istri,
hubungan seperti ini biasanya berusia panjang. Kedua ; perselingkuhan jangka
pendek, perselingkuhan jenis ini terjadi ketika seorang suami merasa kalau
istrinya sudah tidak dapat memberikan kepuasan seks saat di rumah, seorang
suami akhirnya mencari perempuan bayaran untuk memuaskannya saat berhubungan
seks.
Padahal seorang suami punya
tanggung jawab besar terhadap istri dan anak-anaknya. Istri yang kita lamar
dari kedua orang tuanya dititipkan pada kita untuk dihidupi dan dibahagiakan
bersama anak-anak yang kita berikan. Menghidupi dan membahagiakan harus
didevinisikan secara luas, bukan sekedar member uang belanja secukupnya tapi
juga member kasih sanyang dan membimbingnya menjadi istri soleha, menjadi istri
yang beriman dan patuh pada perintah Ilahi. Faktanya sekarang, banyak kaum kita
yang menjadikan istrinya hanya sebagai penjaga anak di rumah, sedangkan kaum
kita keluar keluyuran mencari kesenangan di tempat-tempat hiburan.
“Aku teringat dengan status
social masyarakat kampung tua delapan tahun silam. Orang yang makan warung
dianggap sebagai kelompok dengan status social yang tinggi, tapi sekarang ini
orang kerjanya minta-minta sekalipun, makannya di warung juga. Seperti itulah
sekarang kondisi kebanyakan kaum Adam, makan
di luar itu sudah biasa, dan untuk memuaskan syahwat yah, harus makan di
warung, dan istri tinggal di rumah jaga anak.”. Jelas Bakri secara cermat
dan hati-hati.
“dan untuk kasus bang Daming”. Lanjutnya. “aku sarankan untuk
datang ke rumah mertua mengakui kesalahan, minta maaf dan berjanji pada istri
dan anak-anak bapak untuk tidak melakukannya lagi. Berjanjinya bukan hanya di
hadapan istri dan anak tapi juga di hadapan Allah SWT.
Maros, 07 Januari 2014
Safaruddin