Film bertajuk Uang Panaik itu pasti seru. Itu saja, tdk banyak yg bisa saya komentari. Heeeeee, Nahdla belum bisa dibawa keluar rumah lama lama. Apalagi ke bioskop, tdk mungkin anak cantik saya itu tahan dengan kebisingannya. Itu berarti, saya blm sempat menikmati langsung film yg dibintangi Ikram Noer itu.
Tapi sudahlah, menonton atau tdk bukan sesuatu yg terlalu serius. Yang jelas adanya, org yang bermaksud melamar gadis Bugis-Makassar dapat dipastikan akan merasakan derasnya perjuangan. Kecuali kalau mau silariang (kawin lari), lain ceritanya.
Perjuangan itu keras karena calon mempelai laki laki harus menyanggupi dua hal yg berbeda. Pertama Mahar dan kedua Uang Panaik. Yang pertama tadi adalah Syariat Islam dan yang terakhir adalah produk budaya. Keduanya memang beda tapi bagi org Bugis Makassar, status wajib keduanya hampir sama.
Mahar yang diajukan keluarga calon mempelai perempuan biasanya hanya cincin emas 1 sampai 3 gram lengkap seperangkat alat salat. Sampai disini suku Bugis Makassar biasa biasa saja. Sama dengan daerah yg masyarakatnya memeluk agama Islam. Tapi uang panaiknya jangan dulu. Uang nominal puluhan bahkan sampai ratusan juta akan jd Uang Panaik yg tdk jarang membuat calon mempelai laki laki kembali pulang untuk berikir ulang.
Lalu bagaimana org memandang Uang Panaik itu? Sebagian mungkin menganggapnya berlebihan. Mempersulit sunnah. Menghalangi kebaikan dalam Islam. Dan sebaiknya dihilangkan saja. Tapi bagi org Bugis Makassar, dan ini sepertinya sudah tersepakti jauh jauh sebelumnya, Uang Panaik merupakan penghormatan besar terhadap dua hal. Pertama penghormatan pada ritual pengesahan hubungan suami isteri itu sendiri dan kedua penghormatan khusus kepada perempuan.
Bagi suku Bugis Makassar, pernikahan bukanlah main main apalagi coba coba. Pernikahan adalah penghelatan yang suci dan sakral. Dan memudah mudahkan yg suci dan sakral tersebut akan memudahkan pula perceraian. Untuk yang terakhir ini adalah asumsi saya pribadi. Heeeeee. Tapi untuk membuktikannya silahkan lakukan penelitian angka perceraian di wilayah Timur ini lalu bandingkan dngan wilayah lain.
Selain itu, org Bugis Makassar juga memberi penghormatan kepada perempuan terlampau tinggi. Uang Panaik sama sekali bukan harga. Krn perempuan bagi org bugis tdk lah memiliki harga. Sama seperti kejujuran, ia tdk punya harga rupiah. Karena perempuan adalah mahluk paling mulia bahkan kemuliaan itu sendiri.
Jadi, Uang Panaik itu bukan tradisi untuk menjegal sunnah. Uang panaik adalah tradisi penghormatan kepada pernikahan dan perempuan. Selain itu, Uang Panaik juga merupakan uji kemampuan seorang laki laki untuk menghidupi anak isterinya kelak.
Tukamasea, 03 Agustus 2016