Senin, 28 Desember 2015

SURGA YANG DIRENGGUK

Aku terlahir dari keluarga yang cukup berkecukupan, dengan latar belakang keluarga yang berpendidikan tinggi, aku dan ayahku sangat dihormati di kampung. Ayah bekerja di salah satu perusahaan swasta yang berdiri di kampung sejak tahun 1991, sebagai karyawan senior diperusahaan tersebut ayah memperoleh gaji dan tunjangan yang cukup besar, meskipun aku tidak pernah diberi tahu olehnya secara langsung tapi aku tahu dari caranya memenuhi kebutuhan keluarga kami di rumah setiap hari.

Aku anak ketiga dari empat bersaudara, kakak tertuaku kini bekerja di perusahaan tempat ayah bekerja, meski dia jadi saudaraku paling nakal tapi keberuntungan tidak mengenal sikap dan perilaku seseorang, siapapun orangnya jika sudah terpilih menjadi orang beruntung pasti akan beruntung pula. Dia masuk bekerja hanya bermodalkan ijazah SMA yang diperolehnya dari ujian persamaan tahun lalu dan dengan keberuntungan itu dia sering berkata kepadaku seperti ini:

“kamu jangan terlalu penurut sama orang tua, lihat kakakmu ini, meski nakal tapi toh bisa bekerja di perusahaan ternama di kampung”
 Sedangkan kakakku yang kedua melanjutkan studinya di salah satu Universitas Negeri di  Makassar. Meskipun dia seorang perempuan tapi semangatnya melebihi seorang laki-laki. Baginya, pendidikan harga mati buat generasi muda.

“Hanya satu cara untuk mempertahankan dan melanjutkan nama baik keluarga kita, yaitu memiliki pendidikan yang tinggi, tanpa pendidikan yang tinggi, kita dan keluarga akan digilas oleh zaman”. Ucapnya suatu kali kepadaku.

Sejak kecil aku selalu mengagumi kakakku yang satu ini, dia menjadi idolaku paling popular saat teman-teman mengidolakan artis hollywod dari India, dia juga menjadi guruku paling berjasa saat teman-teman memilih om geogle sebagai guru sejati mereka.
Lain manusia, lain pula karakternya. Meskipun kami berempat saudara kandung dan dibesarkan dalam lingkungan yang sama tapi kami memiliki karakter yang berbeda-beda. Kakak pertamaku punya karakter yang apatis dengan lingkungan luarnya, baginya hidup adalah antara dirinya dan kepentingannya meskipun begitu dia bukan tipikal orang yang suka banyak bicara saat menolak perintah orang tua. Diam dan menyendiri adalah pilihannya saat tidak suka atau tidak mau melakukan perintah ayah dan ibu. Kakak keduaku punya karakter yang lembut tapi keras pendirian, mungkin ini sudah jadi karakter umum perempuan. Sikap kesehariannya sangat tenang dan lembut tapi jika punya keinginan yang tidak diturutkan, dia bisa  ngambek sampai tiga hari.

Berbeda dengan kedua saudaraku, aku sendiri punya pribadi yang keras dan kasar. Semua orang yang melihatku pasti memberi penilaian yang sama yaitu mudah emosi dan keras dalam menjalani hidup. Meski mudah emosi, aku tipikal orang yang penyayang dan mudah menyesali perbuatan jelek yang aku lakukan saat marah.

 Tinggal dalam rumah panggung bersama semua saudara dan kedua orang tua seperti hidup dalam sebuah film yang sudah diatur sedemikian rupa oleh sutradara, awal ceritanya adalah kebahagian dan akhirnya juga adalah kebahagiaan. Kebahagiaan ini disempurnakan oleh seorang ibu yang punya rasa kasih sayang yang tidak terbayarkan, andai saja seluruh tanah yang ada dikampung ini saya miliki, kemudian saya hadiahkan kepada ibu, itu belum bisa membayar besarnya kasih sayang yang dia berikan kepada anak-anaknya.

Seperti biasanya ayah selalu berangkat kerja pukul 07:30 Wita setelah sarapan bersama ibu dan anak-anaknya, seingat aku keluarga kami tidak pernah sarapan pagi sendiri-sendiri. Sarapan sudah menjadi ritual pagi untuk bertatap muka dan menyegarkan wajah dengan canda dan tawa. Kali ini tawa dan canda yang diberikan ayah kepada kami berbeda dari hari-hari sebelumnya, setiap canda yang dilakukan diselipkan pesan yang sangat bijaksana.
“pagi ini sangat indah, seperti keindahan senyum yang selalu ditebarkan ibumu kepada kita semua. Tahukah kalian semua, semenjak ayah bertemu dengan ibumu, ayah selalu jatuh cinta dengan senyumnya, tentu ayah berharap senyum indah itu selalu ada buat kalian sebagai lambang cintanya kepada kalian” pesan ayah pada pagi itu kepada kami semua.
Ibu yang masih sibuk melayani kami seperti pelayan restoran di kota Daeng tersipu malu mendengar ucapan ayah, ibu seperti tidak merasakan keanehan sikap ayah pagi hari ini, mungkin karena perhatiannya teralihkan pada pelayanan super yang dilakukannya. Bagi ibu suami dan anak-anaknya adalah pelanggan baginya dan pelanggan adalah raja yang harus dipuaskan di atas meja.

Sebelum berangkat kerja, ayah memanggilku secara khusus masuk di kamarnya. Untuk pertama kalinya semenjak kami pisah ranjang, karena adat dalam kampung kami seorang anak laki-laki yang sudah usia baligh harus pisah ranjang dengan kedua orang tuanya.
Aku masuk dalam kamar ayah dengan perasaan penuh tanda tanya, apakah ini ada kaitannya dengan keanehan ayah di meja makan?. Pertanyaan itu berkecamuk dalam pikiranku.

“Nak, jadi orang itu harus bisa bermanfaat bagi keluarga, Negara dan agama. Jangan jadi sampah bagi keluarga apalagi bagi masyarakat, kelak kamu harus jadi pemimpin yang bijaksana. Ingat, ingat ini, jika nanti kamu jadi orang, senyum ibumu harus selalu kamu jaga, jangan sampai senyum itu berubah jadi tangis penyesalan melahirkan dirimu”. Pesan ayah sambil memegangi pundakku.

Aku hanya bisa diam dan tercengang, kebingunganku semakin menjadi-jadi dengan pesan dan amanahnya untukku. 

“iya ayah, aku akan jadi anak yang dibanggakan ayah dan ibu. Akan aku jaga senyum manis yang sudah jadi bagian dari wajah ibuku itu”. Jawabku meragu.
Ayah keluar dari kamar dan tidak menengok padaku lagi, aku seperti seorang laki-laki yang baru saja diputuskan pacar dan dihadiahkan pesan untuk memilih pacar yang lebih baik darinya. 

Aku mengikuti dan melihat ayah mengecup ubun-ubun ibu seperti biasanya, tapi kecupan yang diberikan ayah kepada ibu pagi ini sungguh sangat romantis, seperti sepasang kekasih yang berada di stasiun kereta api sedang melepas kekasihnya merantau dengan waktu yang lama. 

Dengan menggunakan motor bebek yang sudah dipakainya semenjak pernikahannya dengan ibu, ayah melaju ke kantor. Ayah bangga dengan kendaraan bersejarahnya tersebut, motor itu dia beri nama labolong karena uang yang dipake untuk membeli motor antic tersebut diperoleh dari hasil penjualan sapi jantan berkulit hitam pekat sebanyak tiga ekor. Sehingga nama labolong dilekatkan ayah pada motornya untuk mengenang sapi peliharaannya bersama nenek.

Pukul 10:22 WITA handpone ibu berdering di kamar dan akulah orang pertama yang mendengarnya, tanpa menunggu disuruh ibu untuk mengambilkan untuknya yang sibuk di kebun belakang rumah, aku berlari ke kamar untuk mengangkatnya dan keanehan-keanehan ayah yang selalu membayangiku pagi itu.

“halo, dengan siapa ini?”. Jawabku setelah mendengar salam dari penelpon
“halo, kok salam tidak dijawab nak?”. Jawab penelpon itu.
“oh iya, Waalaikum salam, dengan siapa ini?”. Tanyaku serius.
“ini dengan tante nak di Makassar”.

P.r.e.a.c.k, handpone di tanganku terlepas dan terjatuh, aku buru-buru memungut casing,baterai dan kartu yang terpisah dari badan handpone ibu. Meski tidak dimarahi ibu, tapi pasti ibu akan menceramahi aku lagi jika tahu handponenya jatuh, apalagi jika dia tahu tanteku dari Makassar yang menelpon. 

Aku tidak butuh waktu lama untuk menyulap kembali Hp pada kondisi sebelumnya, dengan pengalaman yang aku peroleh dari jaga counter Hp di Makassar saat libur panjang, aku tidak kesulitan memasang casing dan kartu yang terlepas. Setelah aku nyalakan, Hp ibu aku simpan di tempatnya yang semula dan beranjak keluar, belum sampai di teras rumah, Hp ibu kembali berdering, kali ini aku tidak merasa khawatir, aku langsung mengangkat Hp.

“maaf tante, tadi Hp terjatuh jadi langsung mati”
“apa betul ini dengan keluarga pak Syarif?”. Tanya penelpon.
“oh iya pak, maaf pak saya kira tanteku,  dengan siapa ini ?”. Jawabku cepat.
“mana ibumu nak, ini dari kantor tempat bapakmu kerja?”
“ibu ada di belakang rumah”.
“oh iya, boleh saya bicara sama ibumu nak?”
“bicara saja sama aku pak, nanti aku sampaikan sama ibu”. Jawabku
“tidak nak, ini sangat  penting, dan aku harus bicara dengan ibumu”.

Pikiranku sudah bisa menebak berita apa yang ingin disampaikan orang itu kepada ibu, tapi aku berusaha untuk meyakinkan diriku kalau pikiran negative itu adalah saudara kembarku sejak kecil. Dari dulu aku punya kebiasaan buruk dalam bergaul, aku suka berpikiran negative kepada orang lain saat bicara berdua, meski aku tahu berfikir negative pada orang lain sama saja menciptakan jurang pemisah antara manusia satu dengan manusia yang lain. Berfikir negative tidak pernah berdampak baik pada seseorang, sebaliknya hanya memenjarakan hati dan fikiran dalam keangkuhan dan kesombongan.

Untuk menghargai rekan kerja ayah, segera aku panggil ibu dan menyerahkan Hp padanya. Perhatianku hanya tertuju padanya dan apa yang aku fikirkan akhirnya terjadi, Hp terlepas di tangan ibu dan terjatuh ke lantai kemudian tubuh ibu lemah, kaki yang kuat itu tidak mampu menopang tubuhnya yang kurus. Ibu terjatuh dan aku berlari untuk memapahnya masuk ke kamar ayah.

Aku tidak bertanya lagi kepada ibu tentang kabar yang disampaikan penelpon padanya, aku sudah bisa pastikan kabar itu  adalah kabar meninggalnya. Entah bagaimana kejadiannya, aku dan ibu tidak tahu dan tidak perlu tahu, bagi kami masing-massing manusia telah dipilihkan cara untuk menghadapNya.

*********************
Sepeninggal ayah dalam kecelakaan kerja di tempat kerjanya, meninggalkan banyak kesedihan dan perubahan. Adikku yang dulu selalu ceria berangkat sekolah kini lebih banyak diam dan melamun, bahkan kadang-kadang tidak mau berangkat sekolah. Dia yang selalu menunggu kepulangan ayah dari kerja di pintu gerbang rumah, kini hanya tinggal di kamar menyendiri dan kadang-kadang menangis histeris. 

Kakak keduaku juga sudah jarang bermalam di rumah, dia lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah bersama teman-teman sebayanya. Kenakalan yang dulu ditahannya karena rasa hormat pada ayah kini dilampiaskan semua. Sikapnya kali ini seperti bermaksud menghukum nasib yang merengguk orang yang paling dia banggakan.
Sedangkan kakak pertamaku tetap seperti biasanya, sibuk bersama aktivitas kampusnya. Sebagai orang yang paling tua diantara empat bersaudara, dia yang paling dewasa dalam menerima kenyataan ini, bahkan dia banyak menghibur adik-adiknya disaat masa senggannya, termasuk menghiburku.

Sedangkan aku sendiri yang masih duduk dibangku sekolah lebih banyak menemani ibu di belakang rumah. Ibu yang dulu banyak tersenyum melakukan aktivitas rumah tangganya, kini berubah 180 derajat. Hari-harinya lebih banyak terdiam dan merenung, dalam wajahnya tergambar betapa dia tidak ikhlas melepas kepergian orang yang sangat dia cintai secara tiba-tiba itu. Senyum manis yang selalu menjadi nafas bagi semangat kerja ayahku hilang seketika dan akhirnya aku gagal menjaga senyum yang diwasiatkan ayah padaku.

Awalnya aku kira wajah murung dan kesedihan ibu hanya dialaminya beberapa hari, tapi ternyata kesedihan itu berlarut-larut sampai dua minggu. Bukan hanya itu, sejak ayah meninggal aku tidak pernah melihat ibu makan dan minum dan akhirnya dia sakit.
Aku dan saudaraku bermaksud membawa ibu ke rumah sakit Salewangeng untuk dirawat tapi beliau tidak mau, alasannya dia tidak kenapa-napa, dia hanya minta untuk dirawat oleh anak-anaknya di rumah sendiri. Tinggallah aku, adikku dan kakak pertamaku merawat ibu sedangkan kakakku yang kedua belum pernah pulang ke rumah.

Hanya tiga hari ibu sakit di rumah, dan akhirnya ajal juga menjemput beliau menghadap kepadaNya. Sejak saat itu hatiku seperti disayat-sayat dengan belati tajam. Surgaku telah direnggut oleh nasib secara sepihak tanpa konfromi, singgasana yang dibangun oleh kedua orang tuaku dirobohkan sekejap mata.

Maros, 24 Juli 2015
SAFARUDDIN

UTANG DAN MASA DEPAN INDONESIA


Indonesia dikenal sebagai Negara yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA). Hampir semua SDA yang dibutuhkan oleh Negara-negara asing ada di Indonesia, dampaknya, Negara yang sering disebut tanah Surga ini menjadi target empuk untuk “dimangsa” oleh Negara adidaya seperti Amerika Serikat dan China.

Kedua Negara ini dikenal sangat berpengaruh dalam putaran roda ekonomi Indonesia. China menjalin hubungan ekonomi dengan masyarakat Indonesia (Nusantara ketika itu) jauh sebelum ada konsep Negara Bangsa di Asia bahkan corak agama dan budaya di Indonesia banyak dipengaruhi oleh Negara Sanghai tersebut.

Sedangkan Amerika Serikat sebagai kebangsaan muda di dunia kelihatannya melaju cepat mengejar keterlambatannya. Negara Paman Sam ini dibentuk tahun 1776 M. dibandingkan dengan China dan Nusantara, Negara Adikuasa ini sangat belia. Namun usianya yang belia tidak menghalanginya menjadi Negara paling ditakuti dunia dewasa ini.

AS ikut campur dalam roda ekonomi politik Indonesia sejak dicetuskannya Perang Dunia ke-II. Bahkan beberapa tulisan menukilkan bahwa kemerdekaan Indonesia-pun tidak terlepas dari campur tangan Negara Kapitalisme tersebut. Meskipun pada akhirnya mereka dipecundangi oleh Soekarno pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Puncaknya, Negara gedung putih itu hampir menguasai seluruh persendihan ekonomi politik Indonesia saat resim Soekarno dibubarkan dan Soeharto melantik dirinya sendiri menjadi Presiden ke-II Indonesia lewat Surat Perintah Sebelas Maret (SUPER SEMART). Untuk pertama kalinya, Indonesia membuka kerang utang luar negeri selebar-lebarnya hingga akhirnya Indonesia harus membungkuk memikul bunga utang yang diwariskan Orde Baru tersebut.

Lucunya, semakin banyak Utang luar negeri yang dimiliki Indonesia, pihak asing (Bank Dunia dan IMF) semakin memberikan kelonggaran bagi pemerintah untuk terus berutang dan berutang. Tentu ini akan memunculkan pertanyaan sederhana. “kenapa seperti itu?”.

Logika sederhananya seperti ini ; KAMU punya Utang kepada SAYA sebesar Rp. 1000.000 dan itu sudah berlangsung selama 30 tahun, bahkan bunganya sudah lebih besar dari pinjaman pokok yang KAMU miliki, kemudian di tahun ke-31 dan tahun-tahun berikutnya KAMU datang ke SAYA untuk minta tambah Utang. Tentu saya tidak akan kasih sebelum KAMU melunasi Utang pokok lengkap dengan bunganya, setelah lunas baru KAMU boleh ber-utang lagi.
Kembali ke pertanyaan sederhana tadi. “kenapa seperti itu?”. Dalam hubungan Internasional baik sector militer, ekonomi maupun politik, sama sekali tidak menggunakan logika sederhana atau logika idealis seperti di atas melainkan memakai logika untung rugi dan logika tunduk-tanduk.
Soekarno pernah berkata kurang lebih seperti ini ; biarlah Indonesia tertatih-tatih membangun dirinya asalkan bisa mandiri dan tidak tunduk kepada Negara luar. Terlepas Bapak Kemerdekaan itu melakukan “kong kalikong” dengan Uni soviet dalam memasok senjata militer. Soekarno bahkan pernah menolak mentah-mentah tawaran taipan Amerika untuk berinvestasi di Indonesia (Papua) dengan mengatakan seperti ini ; saya sepakat dan itu sangat menarik. Coba tawarkan pada generasi setelah saya.

Soekarno tahu betul mode politik Internasional asing terutama AS. Sekali saja terpikat untuk meminjam maka Indonesia akan terikat untuk selama-lamanya. Terbukti semenjak pemerintahan resim Soeharto sampai sekarang Indonesia terikat paksa oleh Bank Dunia dan IMF. Dampaknya adalah segala keputusan pemerintah yang berkaitan dengan sector ekonomi bahkan sector politik akan memperoleh intervensi Asing ― termasuk siapa Presiden yang akan terpilih.   
Utang Indonesia saat ini kurang lebih sebesar Rp. 4.376 Triliun namun sampai saat ini pemerintah masih bisa mengajukan pinjaman dana segar untuk melakukan pembangunan dalam negeri. Celakanya Bank Dunia dan IMF terus membuka diri untuk memberi tambahan pinjaman tanpa penuntut pelunasan Utang terlebih dahulu.

Ini berarti Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia akan terus menumpuk dan bisa saja, sampai kapan-pun tidak akan bisa dilunasi. Dan yang paling berdosa dalam hal ini adalah pemerintahan Resim Orde Baru, di masa ini Indonesia kembali ke pelukan IMF dan Bank Dunia setelah Soekarno menyatakan Indonesia keluar. 

Pemerintahan Soeharto menerima dana Hibah sebesar USD 174 juta yang bertujuan mengangkat Indonesia dari keterpurukan ekonomi. Restrukturisasi utang yang disetujui sebesar USD 534 juta. Di sinilah babak awal Indonesia dijerumuskan kedalam mulut buaya yang sampai saat ini masih bergeming dalam rahang buaya tersebut.

Utang yang digunakan pemerintah untuk mendorong peningkatan pesat ekonomi dan membangun infra struktur Negara akan menjadi “mesin kendali” sekaligus menjadi bom waktu untuk Indonesia dan pasti Negara multi budaya ini tidak bisa mandiri dan berdaulat. Pasti. 

ULN akan membuat Negara seperti orang yang kecanduan narkoba, merasakan kenikmatan dan kenyamanan bahkan selalu merasa kuat padahal dirinya sangat lemah bahkan untuk berfikir waras-pun tak bisa. Negara yang terlanjur kecanduan ULN ini sulit berpijak di atas konstitusinya secara total bahkan untuk berbicara hukum dengan bahasa negaranya sendiri pun tak bisa. Selalu ada bisikan dan campur tangan asing dalam urusan operasional pemerintah.
Jika beruntung ada Presiden yang kelak berani melakukan pelunasan ULN dengan melakukan kebijakan nasionalisasi perusahaan asing seperti yang pernah dilakukan Soekarno di akhir-akhir kepemimpinannya atau pemutihan Utang seperti yang pernah dilakukan oleh Negara Amerika Latin Bolivia. Dapat dipastikan ULN ini akan menjadi bom, pinjaman yang luar biasa besarnya ini akan menjadi alasan untuk menyerang Indonesia dari darat, laut dan udara. Kiamat Indonesia.

Saya sama sekali tidak bermaksud menarasikan rasa pesimis Indonesia keluar dari lingkaran Setan ini dan saya-pun tidak bermaksud menutup rapat kemungkinan nasib baik menghampiri Negara tercinta ini tapi jika budaya pemerintah tidak “direvolusi” maka dapat dipastikan Indonesia selamanya menjadi kebun tempat panen Negara asing sampai Indonesia lebur.

Pun revolusi tersebut tentu akan membutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit, membutuhkan banyak tokoh yang berkomitmen. Tindakan korupsi seperti yang saat ini mengakar di semua lini sudah harus hilang dan visi melunasi ULN harus tertanam dalam pikiran para pemimpin bangsa. 

Apakah mungkin?  Pertanyaan ini akan akan memberanikan kita untuk meramal masa depan bangsa ini dan untuk jangka waktu 20 tahun kedepan saya berani mengatakan mustahil bisa dilakukan. Ini berarti selama 20 tahun ke depan Indonesia belum bisa mandiri dan berdaulat.


Maros, 28 Desember 2015
SAFARUDDIN  

Minggu, 13 Desember 2015

AKRONIM SMART


Sasaran kinerja bukanlah teori asing dalam ilmu ekonomi, terutama dalam ilmu manajemen. Sasaran merupakan pernyataan secara spesifik yang menjelaskan hasil yang harus dicapai, kapan dan oleh siapa sasaran tersebut akan diselesaikan.

Sasaran yang efektif dinyatakan dengan baik dalam bentuk kata kerja secara spesifik dan terukur. Perkataan seperti menurunkan, meningkatkan, dan mendemonstrasikan bersifat lebih efektif daripada mengawasi, mengorganisasi, memahami, mempunya pengetahuan dan apresiasi.

Sasaran ditulis secara spesifik untuk membuat hasilnya jelas. Sebagai contoh ; “Meningkatkan tulisan dari 100 menjadi 120 judul tulisan” lebih spesifik daripada sekedar “menunjukkan pengertian tentang perlunya meningkatkan jumlah tulisan.”
Menuliskan tanggal atau waktu secara spesifik untuk menyelesaikan suatu pekerjaan juga sangat berguna ketika menulis sasaran. Sebagai contoh : “Menghasilkan tulisan satu buah buku pada 31 Desember 2016”, atau “menghasilkan tulisan satu buku dalam satu tahun mendatang.”

Sasaran yang epektif dinyatakan secara spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, berorentasi pada hasil, dan dalam batas waktu tertentu. Vormula ini dapat dinyatakan dengan akronim SMART yang berarti sebagai berikut :

(S) Specific : dinyatakan dengan jelas, singkat dan mudah dimengerti
(M) Measurable : dapat diukur dan dikuantifikasi
(A)  Attainable :  artinya bersifat menantang, tetapi bisa dicapai
(R) Result oriented : artinya focus pada hasil yang ingin dicapai
(T) Time-bound : ada batas waktu, dan dapat dilacak.

Cara menulis sasaran adalah dalam bentuk menyatakan sebagai “hasil akhir”, atau keluaran atau output dan bukan merupakan aktivitas. Hasil kinerja dapat dinyatakan sebagai : meningkatkan produksi, menurunkan biaya operasi, meningkatkan penjualan.
Pangkep, 03/12/2015

SAFARUDDIN


Sumber : Wibowo, manajemen kinerja, 2014, PT. RAJAGRAFINDO PERSEDA, Jakarta